Dunia internasinal secara umum dan negeri-negeri Islam secara khusus, telah
digegerkan oleh ulah segelintir orang yang menamakan dirinya sebagai pejuang
kebenaran. Dahulu, banyak umat Islam yang merasa simpatik dengan ulah mereka,
karena sasaran mereka adalah orang-orang kafir, sebagaimana yang terjadi di
gedung WTC pada 11 September 2001. Akan tetapi, suatu hal yang sangat
mengejutkan, ternyata sasaran pengeboman dan serangan tidak berhenti sampai di situ.
Sasaran terus berkembang, sampai akhirnya umat Islam pun tidak luput darinya.
Kasus yang paling aktual ialah yang menimpa Pangeran Muhammad bin Nayif Alus
Sa'ûd, Wakil Menteri Dalam Negeri Kerajaan Saudi Arabia.
Dahulu, banyak kalangan yang menuduh bahwa pemerintah Saudi berada di belakang
gerakan tidak manusiawi ini. Mereka menuduh bahwa paham yang diajarkan di Saudi
Arabia telah memotivasi para pemuda Islam untuk bersikap bengis seperti ini.
Akan tetapi, yang mengherankan, tudingan ini masih juga di arahkan ke Saudi,
walaupun telah terbukti bahwa pemerintah Saudi termasuk yang paling sering
menjadi korbannya?
Melalui tulisan ini, saya mengajak saudara sekalian untuk menelusuri akar
permasalahan sikap ekstrim dan bengis yang dilakukan oleh sebagian umat Islam
ini. Benarkah ideologi ini bermuara dari Saudi Arabia?
Harian "Ashsharqul-Ausat" edisi 8407 tanggal 4/12/2001 M – 19/9/1422
H menukil catatan harian Dr. Aiman al-Zawâhiri, tangan kanan Usâmah bin Lâdin.
Di antara catatan harian Dr Aiman al-Zawâhiri yang dinukil oleh harian tersebut
ialah:
أَنَّ سَيِّدَ قُطُبٍ هُوَ الَّذِيْ وَضَعَ دُسْتُوْرَ
التَّكْفِيْرِييِْنَ الْجِهَادِيِيْنَ) فِيْ كِتَابِهِ الدِّيْنَامِيْتِ مَعَالِمَ
عَلَى الطَّرِيْقِ، وَأَنَّ فِكْرَ سَيِّدٍ هُوَ (وَحَدَهُ) مَصْدَرُ اْلأَحْيَاءِ
اْلأُصُوْلِيْ، وَأَنَّ كِتَابَهُ الْعَدَالَةَ اْلاِجْتِمَاعِيَّةَ فِيْ
اْلإِسْلاَمِ يُعَدُّ أَهَمَّ إِنْتَاجٍ عَقْلِيٍّ وَفِكْرِيٍّ لِلتَّيَّارَاتِ
اْلأُصُوْلِيَّةِ، وَأَنْ فِكْرَ سَيِّدٍ كاَنَ شَرَارَةَ الْبَدْءِ فِيْ
إِشْعَالِ الثَّوْرَةِ
(الَّتِيْ وَصَفَهَا بِاْلإِسْلاَمِيَّةِ) ضِدَّ (مَنْ
سَمَّاهُمْ) أَعْدَاءَ اْلإِسْلاَمِ فِيْ الدَّاخِلِ وَالْخَارِجِ، وَالَّتِيْ مَا زَالَتْ
فَصُوْلُهَا الدَّامِيَةُ تَتَجَدَّدُ يَوْماً بَعْدَ يَوْمٍ
"Sesungguhnya Sayyid Quthub dalam kitabnya yang bak bom waktu "Ma'âlim
Fî At-Tharîq' meletakkan undang-undang pengkafiran dan jihad. Gagasan-gagasan
Sayyid Quthublah yang selama ini menjadi sumber bangkitnya pemikiran radikal.
Sebagaima kitab beliau yang berjudul " Al-'Adâlah Al-Ijtimâ'iyah fil
Islâm" merupakan. Hasil pemikiran logis paling penting bagi lahirnya arus
gerakan radikal. Gagasan-gagasan Sayyid Quthub merupakan percikan api pertama
bagi berkobarnya revolusi yang ia sebut sebagai revolusi Islam melawan
orang-orang yang disebutnya musuh-musuh Islam, baik di dalam atau di luar
negeri. Suatu perlawanan berdarah yang dari hari ke hari terus
berkembang."
Pengakuan Dr Aiman al-Zawâhiri ini selaras dengan pernyataan Menteri Dalam
Negeri Saudi Arabia, Pangeran Nayif bin Abdul Azîz al-Sa`ûd. Pangeran Nayif
menyatakan kepada Hariah "As-Siyâsah Al-Kuwaitiyah" pada tanggal 27
November 2002 M.
"Tanpa ada keraguan sedikitpun, aku katakan bahwa sesungguhnya seluruh
permasalahan dan gejolak yang terjadi di negeri kita bermula dari organisasi
Ikhwânul Muslimîn. Sungguh, kami telah banyak bersabar menghadapi mereka
walaupun sebenarnya bukan hanya kami yang telah banyak bersabar. Sesungguhnya
mereka itulah penyebab berbagai masalah yang terjadi di dunia arab secara
khusus dan bahkan meluas hingga ke seluruh dunia Islam. Organisasi Ikhwânul
Muslimîn sungguh telah menghancurkan seluruh negeri Arab."
Lebih lanjut Pangeran Nayif menambahkan:
"Karena saya adalah pemangku jabatan terkait, maka saya rasa perlu
menegaskan bahwa ketika para pemuka Ikhwânul Muslimin merasa terjepit dan
ditindas di negeri asalnya (Mesir-pen), mereka mencari perlindungan dengan
berhijrah ke Saudi, dan sayapun menerima mereka. Dengan demikian, -berkat
karunia Allah Azza wa Jalla - mereka dapat mempertahankan hidup, kehormatan dan
keluarga mereka. Sedangkan saudara-saudara kita para pemimpin negara sahabat
dapat memaklumi sikap kami ini. Para pemimpin negara sahabat menduga bahwa para
anggota Ikhwânul Muslimin tidak akan melanjutkan gerakannya dari Saudi Arabia.
Setelah mereka tinggal di tengah-tengah kita selama beberapa tahun, akhirnya
mereka butuh mata pencaharian. Dan kamipun membukakan lapangan pekerjaan untuk
mereka. Dari mereka ada yang diterima sebagai tenaga pengajar, bahkan menjadi
dekan sebagian fakultas. Kami berikan kesempatan kepada mereka untuk menjadi
tenaga pengajar di sekolah dan perguruan tinggi kami. Akan tetapi, sangat
disayangkan, mereka tidak melupakan hubungan mereka di masa lalu. Mulailah
mereka memobilisasi masyarakat, membangun gerakan dan memusuhi Kerajaan
Saudi."
Dan kepada harian Kuwait "Arab Times" pada hari Rabu, 18 Desember
2002 M, kembali pangeran Nayif berkata: "Sesungguhnya mereka (Ikhwânul
Muslimîn) mempolitisasi agama Islam guna mencapai kepentingan pribadi
mereka."
Sekedar membuktikan akan kebenaran dari pengakuan Dr Aiman Al-Zawâhiri di atas,
berikut saya nukilkan dua ucapan Sayyid Quthub:
Nukilan 1 :
نَحْنُ نَدْعُوْ إِلَى اسْتِئْنَافِ حَيَاةٍ
إِسْلاَمِيَّةٍ فِيْ مُجْتَمَعٍ إِسْلاَمِيٍّ تَحْكُمُهُ الْعَقِيْدَةُ
اْلإِسْلاَمِيَّةُ وَالتَّصَوُّرُ اْلإِسْلاَمِيُّ كَمَا تَحْكُمُهُ الشَّرِيْعَةُ
اْلإِسْلاَمِيَّةُ وَالنِّظَامُ اْلإِسْلاَمِيُّ. وَنَحْنُ نَعْلَمُ أَنَّ الْحَيَاةَ
اْلإِسْلاَمِيَّةَ عَلَى هَذَا النَّحْوِ قَدْ تَوَقَّفَتْ مُنْذُ فَتْرَةٍ
طَوِيْلَةٍ فِيْ جَمِيْعٍ ِلأَنْحَاءِ اْلأَرْضِ، وَإِنَّ وُجُوْدَ اْلإِسْلاَمِ
ذَاتِهُ مِنْ ثَمَّ قُدْ تَوَقَّفَ كَذَالِكَ
"Saya menyeru agar kita memulai kembali kehidupan yang islami di satu
tatanan masyarakat yang islami. Satu masyarakat yang tunduk kepada akidah
Islam, dan tashawur (pola pikir) yang islami pula. Sebagaimana masyarakat itu
patuh kepada syari'at dan undang-undang yang Islami. Saya menyadari sepenuhnya
bahwa kehidupan semacam ini telah tiada sejak jauh-jauh hari di seluruh belahan
bumi. Bahkan agama Islam sendiri juga telah tiada sejak jauh-jauh hari
pula." [Al 'Adâlah Al-Ijtimâ'iyah 182].
Nukilan 2 :
وَحِيْنَ نَسْتَعْرِضُ وَجْهَ اْلأَرْضِ كُلَّهُ
اْليَوْمَ عَلَى ضَوْءِ هَذا التَّقْرِيْرِ اِْلإلَهِيْ لِمَفْهُوْمِ الدِّيْنِ
وَاْلإِسْلاَمِ، لاَ نَرَى لِهَذَا الدِّيْنِ وُجُوْدًا
"Dan bila sekarang kita mengamati seluruh belahan bumi berdasarkan
penjelasan ilahi tentang pemahaman agama dan Islam ini, niscaya kita tidak
temukan eksistensi dari agama ini." [Al- 'Adâlah Al-Ijtimâ'iyah hlm. 183].
Saudaraku! sebagai seorang Muslim yang beriman, apa perasaan dan reaksi anda
setelah membaca ucapan ini?
Demikianlah, ideologi ekstrim yang diajarkan oleh Sayyid Quthub melalui bukunya
yang oleh Dr Aiman Al-Zawâhiri disebut sebagai "Dinamit". Pengkafiran
seluruh lapisan masyarakat yang tidak bergabung ke dalam barisannya.
Mungkin karena belum merasa cukup dengan mengkafirkan masyarakat secara umum,
Sayyid Quthub dalam bukunya "Fî Zhilâlil Qur'ân" ketika menafsirkan
surat Yûnus ayat 87, ia menyebut masjid-masjid yang ada di masyarakat sebagai
"Tempat peribadahan Jahiliyah". Sayyid Quthub berkata:
اعْتِزَالُ مَعَابِدِ الْجَاهِلِيَّةِ وَاتِّخَاذُ
بُيُوْتِ الْعِصْبَةِ الْمُسْلِمَةِ مَسَاجِدَ. تُحِسُّ فِيْهَا بِاْلاِنْعِزَالِ
عَنِ الْمُجْتَمَعِ الْجَاهِلِيِّ؛ وَتُزَاوِلُ فِيْهَا عِبَادَتَهَا لِربِّهَا
عَلَى نَهْجٍ صَحِيْحٍ؛ وتُزَاوِلُ بِالْعِبَادَةِ ذَاتِهَا نَوْعاً مِنَ
التَّنْظِيْمِ فِيْ جَوِّ الْعِبَادَةِ الطَّهُوْرِ
"Bila umat Islam ditindas di suatu negeri, maka hendaknya mereka
meninggalkan tempat-tempat peribadahan jahiliyah. Dan menjadikan rumah-rumah
anggota kelompok yang tetap berpegang teguh dengan keislamannya sebagai masjid.
Di dalamnya mereka dapat menjauhkan diri dari masyarakat jahiliyah. Di sana
mereka juga menjalankan peribadahan kepada Rabbnya dengan cara-cara yang benar.
Di waktu yang sama, dengan mengamalkan ibadah tersebut, mereka berlatih
menjalankan semacam tanzhîm dalam nuansa ibadah yang suci."
Yang dimaksud “Ma`âbid Jâhiliyah”(tempat-tempat ibadah jahiliyah) adalah
masjid-masjid kaum Muslimin yang ada. Bisa bayangkan! Para pemuda, yang
biasanya memiliki idealisme tinggi dan semangat besar, lalu mendapatkan doktrin
semacam ini, kira-kira apa yang akan mereka lakukan? Benar-benar Sayyid Quthub
menanamkan ideologi teror pada akal pikiran para pengikutnya.
Dan sudah barang tentu, ia tidak berhenti pada penanaman ideologi semata. Ia
juga melanjutkan doktrin terornya dalam wujud yang lebih nyata. Simaklah,
bagaimana ia mencontohkan aplikasi nyata dari ideologi yang ia ajarkan:
لِهَذِهِ اْلأَسْبَابِ مُجْتَمِعَةً فَكَّرْنَا فِيْ
خِطَّةٍ وَوَسِيْلَةٍ تَرُدُّ اْلاِعْتَِدَاءَ .. وَالَّذِيْ قُلْتُهُ لَهُمْ
لِيُفَكِّرُوْا فِيْ الْخِطَّةِ وَالْوَسِيْلَةِ بِاعْتِبَارِ أَنَّهُمْ هُمُ
الَّذِيْنَ سَيَقُوْمُوْنَ بِهَا ِبِمَا فِيْ أَيْدِيْهِمْ مِنْ ِإمْكَانِيَاتٍ
لاَ أَمْلِكُ أَنَا مَعْرِفَتَهَا بِالضَّبْطِ وَلاَ تَحْدِيْدَهَا
........ .. وَهَذِهِ
اْلأَعْمَالُ هِيَ الرَّدُّ فَوْرَ وُقُوْعِ اعْتِقَالاَتٍ ِلأَعْضَاءِ
التَّنْظِيْمِ بِإِزَالَةِ رُؤُوْسٍ فِيْ مَقْدَمَتِهَا رَئِيْسُ
الْجُمْهُوْرِيَّةِ وَرَئِيْسُ الْوِزَارَةِ وَمُدِيْرُ مَكْتَبِ الْمُشِيْرِ
وَمُدِيْرُ الْمُخَابِرَاتِ وَمُدِيْرُ اْلبُوْلِيْسِ الْحَرْبِيْ، ثُمَّ نَسْفٌ
لِبَعْضِ الْمَنْشَآتِ الَّتِيْ تَشِلُ حَرَكَةً مَوَاصَلاَتِ الْقَاهِرَةِ
لِضِمَانِ عَدَمِ تَتَبًّعِ بَقِيَّةِ اْلإِخْوَانِ فِيْهَا وَفِيْ خَارِجِهَا
كَمَحَطَّةِ الْكَهْرَبَاءِ وَالْكِبَارِيْ،
"Menimbang berbagai faktor ini secara komprehensif, saya memikirkan suatu
rencana dan cara untuk membalas perbuatan musuh. Aku pernah katakan kepada para
anggota jama`ah: “Hendaknya mereka memikirkan suatu rencana dan cara, dengan
mempertimbangkan bahwa mereka pulalah yang akan menjadi eksekutornya. Tentunya
cara itu disesuaikan dengan potensi yang mereka miliki. Saya tidak tahu dengan
pasti cara apa yang tepat bagi mereka dan saya juga tidak bisa menentukannya
...... Tindakan kita ini sebagai balasan atas penangkapan langsung beberapa
anggota organisasi Ikhwânul Muslimîn. Kita membalas dengan menyingkirkan
pimpinan-pimpinan mereka, terutama presiden, perdana mentri, ketua dewan
pertimbangan agung, kepala intelijen dan kepala kepolisian. Balasan juga dapat
dilanjutkan dengan meledakkan mengebom berbagai infrastruktur yang dapat
melumpuhkan transportasi kota Kairo. Semua itu bertujuan untuk memberikan
perlindungan kepada anggota Ikhwânul Muslimîn di dalam dan luar kota Kairo.
Serangan juga dapat diarahkan ke pusat pembangkit listrik dan jembatan
layang." [Limâzâ A'adamûni oleh Sayyid Quthub hlm: 55]
Pemaparan singkat ini menyingkap dengan jelas akar dan sumber pemikiran ekstrim
yang melekat pada jiwa sebagian umat Islam di zaman ini.
Hanya saja, perlu diketahui bahwa menurut beberapa pengamat, gerakan Ikhwânul
Muslimîn dalam upaya merealisasikan impian besarnya, telah terpecah menjadi
tiga aliran:
1. Aliran Hasan al-Banna
Dalam mengembangkan jaringannya, Hasan al-Banna lebih mementingkan terbentuknya
suatu jaringan sebesar-besarnya, tanpa perduli dengan perbedaan yang ada di
antara mereka. Kelompok ini senantiasa mendengungkan slogan:
نَجْتَمِعُ عَلَى مَا اتَّفَقْنَا عَلَيْهِ وَيَعْذِرُ
بَعْضُنَا بَعْضًا فِيْمًا اخْتَلَفْنَا فِيْهِ
"kita bersatu dalam hal yang sama, dan saling toleransi dalam setiap
perbedaan antara kita".
Tidak mengherankan bila para penganut ini siap bekerja sama dengan siapa saja,
bahkan dengan non Muslim sekalipun, demi mewujudkan tujuannya. Prinsip-prinsip
agama bagi mereka sering kali hanya sebatas pelaris dan pelicin agar gerakannya
di terima oleh masyarakat luas. Tidak heran bila corak politis nampak kental
ketimbang agamis pada kelompok penganut aliran ini. Karenanya, dalam
perkumpulan dan pengajian mereka, permasalahan politik, strategi pergerakan dan
tanzhîm sering menjadi tema utama pembahasan.
2. Aliran Sayyid Quthub
Setelah bergabungnya Sayyid Quthub ke dalam barisan Ikhwânul Muslimîn,
terbentuklah aliran baru yang ekstrim pada tubuh Ikhwânul Muslimîn. Pemikiran
dan corak pergerakannya lebih mendahulukan konfrontasi. Ia menjadikan
pergerakan Ikhwânul Muslimîn terbelah menjadi dua aliran. Melalui berbagai
tulisannya Sayyid Quthub menumpahkan ideologi ekstrimnya. Tanpa segan-segan ia
mengkafirkan seluruh pemerintahan umat Islam yang ada, dan bahkan seluruh
lapisan masyarakat yang tidak sejalan dengannya. Karenanya ia menjuluki
masjid-masjid umat Islam di seluruh penjuru dunia sebagai "Tempat
peribadatan jahiliyyah".
Dan selanjutnya, tatkala pergerakannya mendapatkan reaksi keras dari penguasa
Mesir di bawah pimpinan Jamal Abdun Nâsir, ia pun menyeru pengikutnya untuk
mengadakan perlawanan dan pembalasan, sebagaimana diutarakan di atas.
3. Aliran Muhammad Surûr Zaenal Abidin
Setelah pergerakan Ikhwânul Muslimîn mengalami banyak tekanan di negeri mereka,
yaitu Mesir, Suria, dan beberapa negeri Arab lainnya, mereka berusaha
menyelamatkan diri. Negara yang paling kondusif untuk menyelamatkan diri dan
menyambung hidup ketika itu ialah Kerajaan Saudi Arabia. Hal itu itu karena
penguasa Kerajaan Saudi saat itu begitu menunjukkan solidaritas kepada mereka
yang ditindas di negeri mereka sendiri. Lebih dari itu, pada saat itu kerajaan
Saudi sedang kebanjiran pendapatan dari minyak buminya, mereka membuka berbagai
lembaga pendidikan dalam berbagai jenjang, sehingga mereka kekurangan tenaga
pengajar. Jadi, keduanya saling membutuhkan. Untuk itu, mereka diterima dengan
dua tangan terbuka oleh otoritas Pemerintah Saudi Arabia. Selanjutnya, mereka
pun dipekerjakan sebagai tenaga pengajar di sekolah-sekolah dan perguruan
tinggi di sana.
Di sisi lain, Pemerintah Mesir, Suria dan lainnya merasa terbebaskan dari
banyak pekerjaannya. Mereka tidak berkeberatan dengan sikap Pemerintah Saudi
Arabia yang memberikan tempat kepada para pelarian Ikhwânul Muslimîn,
sebagaimana ditegaskan oleh Pangeran Nayif bin Abdul Azîz di atas.
Selama tinggal di Kerajaan Saudi Arabia inilah, beberapa tokoh gerakan Ikhwânul
Muslimîn berusaha beradaptasi dengan paham yang diajarkan di sana. Sebagaimana
kita ketahui, Ulama'-Ulama' Saudi Arabia adalah para penerus dakwah Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhâb rahimahullah yang anti-pati dengan segala bentuk
kesyirikan dan bid'ah. Sehingga, selama mengembangkan pergerakannya,
tokoh-tokoh Ikhwânul Muslimîn turut menyuarakan hal yang sama. Hanya dengan
cara inilah mereka bisa mendapatkan tempat di masyarakat setempat. Inilah
faktor pembeda antara aliran ketiga dari aliran kedua, yaitu adanya sedikit
perhatian terhadap tauhid dan sunnah. Walaupun pada tataran aplikasinya,
masalah tauhid acap kali dikesampingkan dengan cara membuat istilah baru yang
mereka sebut dengan tauhîd hakimiyyah.
Istilah ini sebenarnya bukanlah baru, istilah ini tak lebih dari kamuflase para
pengikut Sayyid Quthub untuk mengelabuhi pemuda-pemuda Saudi Arabia semata.
Istilah ini mereka ambil dari doktrin Sayyid Quthub yang ia tuliskan dalam
beberapa tulisannya. Berikut salah satu ucapannya yang menginspirasi mereka
membuat istilah tauhîd hakimiyyah ini:
تَقُوْمُ نَظَرِيَّةُ الْحُكْمِ فِي اْلإِسْلاَمِ عَلَى
أَسَاسِ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَمَتَى تَقَرَّرَ أَنَّ
اْلأُلُوْهِيَّةَ ِللهِ وَحْدَهُ بَهَذِهِ الشَّهَادَةِ، تَقَرَّرَ بِهَا أَنَّ
الْحَاكِمِيَّةَ فِيْ حَيَاةِ الْبَشَرِ ِللهِ وَحْدَهُ. وَاللهُ سُبْحَانَهُ
يَتَوَلَّى الْحَاكِمِيَّةَ فِيْ حَيَاةِ الْبَشَرِ عَنْ طَرِيْقٍ أَمَرَهُمْ بِمَشِيْئَتِه
وَقَدْرِهِ مِنْ جَانِبٍ، وَعَنْ طَرِيْقِ تَنْظِيْمِ أَوْضَاعِهِمْ وَحَيَاتِهِمْ
وَحُقُوْقِهِمْ وَوَاجِبَاتِهِمْ وَعَلاَقَاتِهِمْ وَارْتِبَاطَاتِهِمْ
بِشَرِيْعَتِهِ وَمَنْهَجِهِ مِنْ جَانِبٍ آخَرَ.... وَبِنَاءً عَلَى هَذِهِ
الْقَاعِدَةِ لاَ يُمْكِنُ أَنْ يَقُوْمَ اْلبَشَرُ بِوَضْعِ أَنْظِمَةِ الْحُكْمِ
وَشَرَائِعِهِ وَقَوَانِيْنِهِ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ؛ ِلأَنَّ هَذَا مَعْنَاهُ
رَفْضُ أُلُوْهِيَّةِ اللهِ وَادِّعَاءِ خَصَائِصِ اْلأُُلُوْهِيَّةِ فِيْ الْوَقْتِ
ذَاتِهِ، وَهُوَ اْلكُفْرُ الصَّرَاحُ
"Teori hukum dalam agama Islam dibangun di atas persaksian bahwa tiada
ilâh yang behak diibadahi selain Allah. Dan bila dengan persaksian ini telah
ditetapkan bahwa peribadatan hanya layak ditujukan kepada Allah semata, maka
ditetapkan pula bahwa perundang-undangan dalam kehidupan umat manusia adalah
hak Allah Azza wa Jalla semata. Dari satu sisi, hanya Allah Yang Maha Suci,
yang mengatur kehidupan umat manusia dengan kehendak dan takdir-Nya. Dan dari
sisi lain, Allah Azza wa Jalla jualah yang berhak mengatur keadaan, kehidupan,
hak, kewajiban dan hubungan mereka, juga keterkaitan mereka dengan syari'at dan
ajaran-ajaran-Nya...... Berdasarkan kaidah ini, manusia tidak dibenarkan untuk
membuat undang-undang, syari'at, dan peraturan pemerintahan menurut gagasan
diri-sendiri. Karena perbuatan ini artinya menolak sifat ulûhiyyah Allah Azza
wa Jalla dan mengklaim bahwa pada dirinya terdapat sifat-sifat ulûhiyah. Dan
sudah barang tentu ini adalah nyata-nyata perbuatan kafir." [Al 'Adâlah
Al-Ijtimâ'iyah hlm. 80]
Ketika menafsirkan ayat 19 surat al An'âm, Sayyid Quthub lebih ekstrim dengan
mengatakan: "Sungguh, sejarah telah terulang, sebagaimana yang terjadi
pada saat pertama kali agama Islam menyeru umat manusia kepada "lâ ilâha
illallâhu". Sungguh, saat ini umat manusia telah kembali menyembah sesama
manusia, mengalami penindasan dari para pemuka agama, dan berpaling dari
"lâ ilâha illallâhu". Walaupun sebagian dari mereka masih tetap
mengulang-ulang ucapan "lâ ilâha illallâhu", akan tetapi tanpa
memahami kandungannya. Ketika mereka mengulang-ulang syahadat itu, mereka tidak
memaksudkan kandungannya. Mereka tidak menentang penyematan sebagian manusia
sifat "al-hakimiyah" pada dirinya. Padahal "al-hakimiyah"
adalah sinonim dengan "al- ulûhiyah ".
Yang dimaksud oleh Sayyid Quthub dalam pernyataan di atas, antara lain adalah
para muadzin yang selalu menyerukan kalimat syahadat. Anda bisa bayangkan, bila
para muadzin di mata Sayyid Quthub demikian adanya, maka bagaimana halnya
dengan selain mereka? Bila demikian cara Sayyid Quthub memandang para muadzin
yang menjadi benteng terakhir bagi eksistensi agama Islam di masyarakat, maka
kira-kira bagaimana pandangannya terhadap diri anda yang bukan muadzin?
Kedudukan al-hakimiyyah; kewenangan untuk meletakkan syari'at dalam Islam,
sebenarnya tidaklah seperti yang digambarkan oleh Sayyid Quthub sampai menyamai
kedudukan ulûhiyyah . Al-Hakimiyah hanyalah bagian dari rubûbiyyah Allah Azza
wa Jalla . Karenanya, setelah mengisahkan tentang penciptaan langit, bumi,
serta pergantian siang dan malam, Allah Azza wa Jalla berfirman:
"Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah. Maha suci
Allah, Rabb semesta alam. Berdoalah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan
suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas". [al A'râf/7:54-55]
Pada ayat 54, Allah Azza wa Jalla menegaskan bahwa mencipta dan memerintah yang
merupakan kesatuan dari rubûbiyah adalah hak Allah Azza wa Jalla . Pada ayat
selanjutnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan agar kita mengesakan-Nya dengan
peribadatan yang diwujudkan dengan berdoa dengan rendah diri dan suara yang
halus. Dengan demikian, tidak tepat bila al-hâkimiyah disejajarkan dengan
ulûhiyah. Apalagi sampai dikesankan bahwa al-hakimiyah di zaman sekarang lebih
penting dibanding al- ulûhiyah.
Ucapan Sayyid Quthub semacam inilah yang mendasari para pengikutnya untuk lebih
banyak mengurusi kekuasaan dan para penguasa dibanding urusan dakwah menuju
tauhid dan upaya memerangi kesyirikan yang banyak terjadi di masyarakat.
Karenanya, di antara upaya Kerajaan Saudi Arabia dalam menanggulangi ideologi
sesat ini ialah dengan berupaya membersihkan pemikiran masyarakatnya dari
doktrin-doktrin Sayyid Quthub yang terlanjur meracuni pemikiran sebagian
mereka. Di antara terobosan yang menurut saya cukup bagus dan layak di tiru
ialah:
1. Menarik kitab-kitab yang mengajarkan ideologi ekstrim dari perpustakaan
sekolah. Di antara kitab-kitab yang di tarik ialah kitab: Sayyid Quthub
Al-Muftarâ 'alaih dan kitab Al-Jihâd Fî Sabîlillâh
2. Membentuk badan rehabitilasi yang beranggotakan para Ulama' guna meluruskan
pemahaman dan menetralisasi doktrin ekstrim yang terlanjur meracuni akal para
pemuda. Terobosan kedua ini terbukti sangat efektif, dan berhasil menyadarkan
ratusan pemuda yang telah teracuni oleh pemikiran ekstrim, sehingga mereka
kembali menjadi anggota masyarakat yang sewajarnya.
Mengakhiri pemaparan ringkas ini, ada baiknya bila saya mengetengahkan
pernyataan Pangeran Sa'ûd al-Faisal, Menteri Luar Negeri Kerajaan Saudi Arabia,
pada pertemuan U.S.-Saudi Arabian Business Council (USSABC) yang berlangsung di
kota New York, pada tanggal 26 April 2004. Pangeran Sa'ûd berkata:
"Menanggapi tuduhan-tuduhan ini, sudah sepantasnya bila anda mencermati
fenomena jaringan al-Qaedah bersama pemimpinnya bin Lâdin. Walaupun ia terlahir
di Saudi Arabia, akan tetapi ia mendapatkan ideologi dan pola pikirnya di
Afganistan. Semuanya berkat pengaruh dari kelompok sempalan gerakan Ikhwânul
Muslimîn. Saya yakin, hadirin semua telah mengenal gerakan ini. Fakta ini
membuktikan bahwa Saudi Arabia dan seluruh masjid-masjidnya terbebas dari
tuduhan sebagai sarang ideologi tersebut.
Dan kalaupun ada pihak yang tetap beranggapan bahwa Saudi Arabia bertanggung
jawab atas kesalahan yang telah terjadi, maka sudah sepantasnya Amerika Serikat
juga turut bertanggung jawab atas kesalahan yang sama. Dahulu kita bersama-sama
mendukung perjuangan mujahidin dalam membebaskan Afganistan dari penjajahan Uni
Soviet. Dan setelah Afganistan merdeka, kita membiarkan beberapa figur tetap
bebas berkeliaran, sehingga mereka dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak
jelas. Kita semua masih mengingat, bagaimana para mujahidin disambut dengan
penuh hormat di Gedung Putih. Bahkan tokoh fiktif Rambo dikisahkan turut serta
berjuang bersama-sama dengan para mujahidin." [Sumber situs resmi
Kementerian Luar Negeri Kerajaan Saudi Arabia:
http://www.mofa.gov.sa/Detail.asp?InNewsItemID=39825]
Semoga pemaparan singkat ini dapat sedikit membuka sudut pandang baru bagi kita
dalam menyikapi berbagai ideologi, sikap dan pergerakan ekstrim yang berkembang
di tengah masyarakat kita. Salawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan
kepada Nabi Muhammad, keluarga dan Sahabatnya.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10//Tahun XIII/1431H/2010M. Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
http://www.majalah-assunnah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=79&Itemid=97
Dahulu, banyak kalangan yang menuduh bahwa pemerintah Saudi berada di belakang gerakan tidak manusiawi ini. Mereka menuduh bahwa paham yang diajarkan di Saudi Arabia telah memotivasi para pemuda Islam untuk bersikap bengis seperti ini. Akan tetapi, yang mengherankan, tudingan ini masih juga di arahkan ke Saudi, walaupun telah terbukti bahwa pemerintah Saudi termasuk yang paling sering menjadi korbannya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar