Desa Banyu Windu menawarkan wisata hijau. Mengamati pergerakan burung atau kehidupan kupu-kupu sambil menikmati kesejukan hawa pegunungan.
Setelah menempuh kurang lebih tiga jam perjalanan darat dari kota Semarang, saya akhirnya tiba di Desa Limbangan. Desa yang sejuk ini masih termasuk dalam wilayah administrasi kota Kendal, Jawa Tengah. Letaknya persis berada di lereng sebelah barat gunung Ungaran.
Setelah beristirahat satu malam, saya melanjutkan perjalanan menuju Desa Banyu Windu. Beruntung karena cuaca saat itu sedang cerah. Karena menurut Endry, pemandu saya dari Sekolah Rakyat, dalam cuaca hujan, jalan yang dilalui cukup sulit. Licin dan mendaki. Kendaraan roda empat yang saya tumpangi pun mulus melaju melintasi jalan berkelak-kelok. Sepanjang perjalanan suasana sejuk pegunungan menyegarkan mata saya hingga memasuki gerbang Desa Banyu Windu.
Banyu Windu dalam bahasa Jawa berarti air (banyu) delapan (windu), penamaan desa ini ternyata merujuk pada peristiwa banjir besar yang terjadi setiap delapan tahun sekali. ”Air bah dari puncak gunung akan turun melintasi sungai yang mengalir melintasi Desa Banyu Windu bahkan seringkali menerjang pemukiman warga,” jelas Endry.
Karena itulah pemerintah kabupaten Kendal selanjutnya menjadikan Desa Banyu Windu sebagai Desa Konservasi. ”Kami melakukan reboisasi untuk meminimalisasi dampak kerusakan,” jelas Endry.
Saya diajak mendaki menuju hutan lindung yang menjadi program konservasi hijau Desa Banyu Windu. Sepanjang perjalanan pemandangan tegalan sawah nan hijau menyegarkan mata ini.
Dok.Pribadi |
Program reboisasi ini melibatkan warga. Maklum cerita penggundulan hutan pun sebelumnya tak lepas dari peran warga. Kebutuhan akan kayu bakar membuat warga harus membabat hutan. Kompensasinya, ya, banjir besar itu.
Desa Banyu Windu benar-benar desa tradisional yang asri dan sejuk. Bukan hanya kasrian dan kesejukan lingkungannya yang masih alami tapi juga keanekaragaman hayatinya. ”Beberapa penelitian juga sreing diadakan disini,” kata Endry. Bahkan penduduk setempat masih bis amengolah jamu tradisional dengan memanfaatkan keanekaragaman tanaman obat yang tumbuh di hutan lindung Banyu Windu.
Desa Banyu Windu juga lokasi pengamatan migrasi burung dan habitat kupu-kupu. Bahkan menurut Endry, koleksi kupu-kupu yang ada di Desa Banyu Windu tak kalah dengan koleksi di Bantimurung, Maros, Sulawesi Selatan. Beberapa universitas di Jawa Tengah menjadikan Banyu Windu sebagai laboratorium biologi alam.
Akhirnya, secangkir kopi hangat yang diambil dari biji kopi asli Desa Limbangan mengakhiri perjalanan saya di Desa Banyu Windu. Lambaian ramah warga menyertai kepulangan saya.
Sumber: http://www.itravelist.com/2012/01/berwisata-di-kesejukan-banyu-windu.html |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar