Tahun ini ( 2014 ) dipastikan Idul Adha antara
Indonesia dengan Arab Saudi berbeda.
Pemerintah Melalui Kementerian Agama memutuskan
Idul Adha jatuh pada Ahad/Minggu 5 Oktober, sementara Pemerintah Arab Saudi
menetapkan Idul Adha jatuh pada Sabtu, 4 Oktober. Sehingga otomatis Wukuf di
Arafah bertepatan dengan tanggal 3 Oktober
Bagi yang mengikuti ketetapan Pemerintah, maka
ia akan berpuasa Arafah bertepatan dengan perayaan Idul Adha di Saudi, yaitu
tanggal 4 Oktober.
Dari sinilah
kemudian muncul pertanyaan, kapan kita yang berada di Indonesia ini berpuasa
Arafah dan berhari raya kurban? Apakah tetap mengikuti pemerintah kita atau
mengikuti Arab Saudi?
Para ulama
rahimahumullah berbeda pendapat, apakah jika hilal telah tampak di suatu
negeri,
- Kemudian mengharuskan kaum muslimin di seluruh negeri untuk
mengikuti negeri tersebut ( Madzhab Mayoritas Ulama, Madzhab
Hanafy juga Madzhab Maliki, demikian pula sebagian Madzhab Syafi’I dan paling
Masyhur pada Madzhab Hanbaly, Imam Asy Syaukany, Syaikh Al Albany dan juga Fauzan
)
- ataukah kewajiban itu hanya bagi yang melihat hilal saja
dan juga bagi negeri yang satu mathla’ dengannya (Pendapat
paling shahih pada Madzhab Syafi’I, dan Sebagian Madzhab Maliki dan Hanafy
serta satu pendapat dari Madzhab Hanbaly.Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan juga
Syaikh Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin )
- atau kewajiban itu juga berlaku bagi yang melihat hilal
dan siapa saja yang berada di pemerintahan (negara) yang sama (
Pendapat Imam Salim, Qoosim dan Ishaq )
Guru kami Al Ustadz Dzulqarnain Sunusi, Murid
Syaikh Shalih Al Fauzan lebih menguatkan pendapat pertama
Kembali kepersoalan inti.
Dari Uraian diatas diketahui, jika mengikuti
pendapat pertama, maka ia akan mengikutu Saudi dalam Puasa Arofah dan Idul
Adha, karena di Saudi sudah Nampak hilal pada sore hari Rabu.
Bila seseorang mengikuti pendapat kedua maka
yang megikuti Saudi adalah Negara yang satu Mathla’/berdekatan dengannya.
Jika mengikuti pendapat ketiga maka tidak perlu
mengikuti Saudi apabila dinegeri tempat tinggalnya belum terlihat hilal,
seperti kasus saat ini di Indonesia.
Namun yang menarik dalam permasalahan
khilafiyah ini, sebagian ulama, diantaranya Syaikh Muhammad Bin Shalih Al
Utsaimin menuturkan
وبناء على هذا صوموا وأفطروا كما يصوم ويفطر أهل
البلد الذي أنتم فيه سواء وافق بلدكم الأصلي أو خالفه ، وكذلك يوم عرفة اتبعوا
البلد الذي أنتم فيه
“ Berdasarkan ini
semua, hendaklah kalian berpuasa dan berbuka (berhari raya) sebagaimana puasa
dan berbuka (berhari raya) yang dilakukan di negeri kalian berada (yaitu
mengikuti keputusan pemerintah). Sama saja apakah keputusan ini sesuai
dengan negeri asal kalian atau berbeda. Begitu juga dengan hari (puasa) Arafah,
hendaklah kalian mengikuti negeri yang kalian berada di sana” ( Majmu’ Fatawa
Jilid 9 Hal 41 )
Dari ungkapan
Syaikh diatas, kita ketahui bahwa beliau menasihatkan agar setiap kaum muslimin
mengikuti Puasa Arofah dan Idul Adha sesuai ketetapan pemerintah setempat.
Diantara yang
berpendapat demikian adalah Ustadz Dr Muhammad Arifin ( ALumni S3 Universitas Islam Madinah )
Pendapat lain
Walaupun banyak
ulama yang menasihatkan agar setiap kaum muslimin mengikuti ketetapan
Pemerintah dalam hal Puasa Ramadhan dan Idul Fithri, Namun sebagian ulama berpendapat
bahwa dalam hal puasa Arafah dan Idul Adha, setiap kaum muslimin mengikuti
ketetapan Kerajaan Arab Saudi, tempat dilaksanakannya manasik haji.
Syaikh ‘Utsman
bin ‘Abdillah As-Salimi hafizhahullah, salah seorang ulama besar di Yaman, dan
termasuk murid senior Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimauhllah.
عيد الأضحى الواجب على كل المسلمين أن يكونوا
تبعا لأرض الحرمين لأن الحج فيهما والعبرة بالحج ويوم عرفة فأنتم تصومون يوم عرفة
حين تصوم السعودية حين يقف الناس والحجيج بعرفات وأما ولي الأمر ليس له أن يخالف
الأمة الاسلامية سواء في المغرب أو في غير المغرب لكن إن خشيتم الفتنة إن استطعتم
تذبحوا سرا يوم النحر وإلا اليوم الثاني ما عليكم، أيام النحر فهي كثيرة يوم النحر
واليوم الحادي عشر واليوم الثاني عشر والصحيح أيضا اليوم الثالث عشر كما يقول
الشافعي وجماعة فأنتم مخيرون ما عليكم بأس لو تأخرتم إذا خشيتم الفتنة ما عليكم
بأس أن تؤخروا مع بلدكم وبالله التوفيق ولكن تشعرون بالعيد أنه مع السعودية وفقكم
الله.
يصلون اليوم الثاني ما دام أن البلد كله سيعيد مع ولي الأمر خشية الفتن يجوز تأخيره إلى
يصلون اليوم الثاني ما دام أن البلد كله سيعيد مع ولي الأمر خشية الفتن يجوز تأخيره إلى
Lihat: http://www.ajurry.com/vb/showthread.php?t=15735
“ Idul Adha wajib
atas seluruh kaum muslimin untuk mengikuti negeri Al-Haramain (Arab Saudi),
karena pelaksanaan ibadah haji berada di sana, sehingga yang dijadikan patokan
adalah pelaksanaan ibadah haji dan hari Arafah (sesuai dengan yang di Arab
Saudi), maka hendaknya kalian melaksanakan puasa hari Arafah ketika di negara
Arab Saudi juga berpuasa, yaitu ketika para jama’ah haji melakukan wukuf di
Arafah.
Adapun waliyul
amr (pemerintah), baik di Maroko maupun negeri yang lain, tidak boleh bagi
mereka untuk menyelisihi umat Islam (yang berpatokan pada pelaksanaan ibadah
haji dan hari Arafah di Saudi tersebut).
Namun apabila
kalian khawatir terjadinya fitnah, jika kalian sanggup, maka hendaknya kalian
menyembelih hewan kurban pada hari nahr secara sembunyi-sembunyi. Kalau tidak
mampu, maka pada hari keduanya tidak mengapa. Hari-hari penyembelihan itu
banyak, yaitu hari nahr (10 Dzulhijjah), tanggal 11, tanggal 12, dan menurut
pendapat yang benar adalah juga tanggal 13 sebagaimana yang dikatakan
Asy-Syafi’i dan sekelompok ulama yang lain.
Sehingga kalian
boleh memilih, tidak mengapa bagi kalian untuk mengakhirkan dan mengikuti
negeri kalian dalam menyembelih hewan kurban jika khawatir timbul fitnah.
Wabillahit taufiq.
Akan tetapi
hendaknya kalian tetap merasa bahwa hari Id (yang benar) adalah bersama dengan
negeri Saudi Arabia. Semoga Allah memberikan taufik kepada kalian.
Adapun untuk
shalat id, maka dilakukan pada hari kedua (dari hari nahr, yaitu tanggal 11
Dzulhijjah) selama di negeri tersebut semuanya melaksanakan id bersama dengan
pemerintah setempat, sehingga jika khawatir terjadi fitnah/masalah, maka boleh
mengakhirkan shalat id pada hari kedua.
Syaikh
Abdurrahman As Suhaim (dai ahlus sunah di Kementrian Wakaf
dan Urusan Islam, Riyadh, KSA.) mengatakan:
والعبرة بوقوف الناس في " عرفة " ، ولا عبرة بِمن
خالف إجماع امة الإسلام ، فأمّة الإسلام تحج وتقف وتُجمِع على أن يوم عرفة هو يوم
الثلاثاء ، وهو اليوم الذي يقف فيه الناس
وبناء عليه فلا يجوز صيام يوم العيد ، وأيام التشريق ؛ وهي
الحادي عشر والثاني عشر والثالث عشر .
وبناء عليه فلا يجوز تأخير ذبح الأضاحي عن يوم السبت ، ولا تأخير صلاة العيد عن يوم الأربعاء . ( هذا للعام 1428 هـ
والله أعلم
وبناء عليه فلا يجوز تأخير ذبح الأضاحي عن يوم السبت ، ولا تأخير صلاة العيد عن يوم الأربعاء . ( هذا للعام 1428 هـ
والله أعلم
“ Yang menjadi ukuran adalah Wukuf nya orang – orang di
Arofah, Dan tidaklah dianggap mereka – mereka yang menyelisihi kesepakatan kaum
muslimin. Karena kaum muslimin berhaji dan wukuf dan juga sepakat bahwa hari
Arofah adalah hari selasa, yaitu hari dimana orang – orang wukuf padanya.
Atas dasar ini, tidak boleh orang puasa pada hari raya dan
hari – hari tasyriq, yaitu tanggal 11, 12 dan 13.
Atas dasar ini pula tidak boleh mengakhirkan menyembelih
hingga lewat hari sabtu, tidak boleh juga mengakhirkan sholat Id dari hari
Rabu.” ( Tahun 1428 )
Ustadz Abdul
Hakim Abdat ( Da’I Ahlussunnah Jakarta ) mengatakan:
“ Didalam hadits yang mulia ini terdapat dalil
dan hujjah yang sangat kuat tentang waktu puasa Arafah, Yaitu ada hari arafah
ketika manusia Wukuf di Arafah. Karena Puasa Arafah itu terkait Waktu dan
Tempat. Bukan dengan waktu saja seperti umumnya puasa – puasa yang lain. Oleh
karena Puasa arafah itu terkait dengan tempat, sedangkan Arafah hanya berada di
satu tempat yaitu di Saudi Arabia di dekat kota Makkah bukan di Indonesia atu
negeri – negeri lain, maka Waktu puasa arafah adalah ketika kaum muslimin Wuquf
di Arafah. Seperti tahun ini 1425/2004 ( seperti tertulis dalam buku ) Wukuf
jatuh pada hari Rabu, maka seluruh kaum muslimin di Indonesia dan diseluruh
negeri puasa Arafahnya pada hari Rabu dan Idul Adhanya pada hari kamis. Bukan
sesudahnya yakni puasanya hari kamis dan ied nya pada hari jum’at dengan alas
an mengikuti rukyah masing masing seperti halnya bulan Ramadhan dan Idul Fithri
“
“ Tidak bisa disamakan hukumnya
antara Ramadhan dan Idul Fithri tanggal satu Syawwal dengan puasa hari Arafah
dan Idul Adha. Jelas sekali untuk puasa di bulan Ramadhan dan Idul Fithri bahwa
masing – masing negeri atau negeri yang saling berdekatan mempunyai ru’yah masing
– masing menurut pendapat sebagian ulama sebagaimana saya telah jelaskan dengan
luas Al-Masaa-il jilid 2 masalah ke 39 “ (Al-Masaa-il Jilid 5 (Masalah 110) hal. 88-92 )
Bahkan dalam buku
tersebut, beliau menganggap dalam masalah ini tidak boleh mentaati pemerintah
jika pemerintah menetapkan Puasa Arafah dan Idul Adha berbeda dengan
pelaksanaan haji di Arab Saudi
Kesimpulan:
Dari uraian diatas kita tahu bahwa terjadi
perbedaan dikalangan para ulama dan da’I dalam masalah yang sedang kita
bicarakan ini.
Bagi yang berpuasa Arafah dan Idul Adha
mengikuti ketetapan Arab Saudi maka ia memiliki ulama dibelakangnya, demikian
pula siapa yang mengikuti ketetapan Pemerintah Indonesia juga memiliki para
ulama dibelakangnya
Namun yang menjadi catatan adalah, jika
seseorang mengikuti ketetapan Arab Saudi maka ia berpuasa Arafah pada tanggal 3
Oktober, Adapun shalat Id dan Berkurbannya maka dilihat mashlahat madharatnya.
Sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Utsman,
jika dikhawatirkan fitnah/masalah, ia menjalankan shalat Id dan berkurban sesuai
ketetapan pemerintah, dan ini dihitung udzur bagi mereka sebagaimana seseorang
baru mengetahui masuk id setelah zawal/dhuhur dihari itu, maka ia menjalankan
shalat id dihari berikutnya, Allahu a’lam,
Namun jika ada yang menyelenggarakan shalat Id sesuai
dengan pemerintah Arab Saudi, maka ia bisa mengikutinya. Karena Pemerintah pun
memberikan kebebasan kepada rakyatnya, sehingga seandainya ia melaksanakan Hari
Raya berbeda dengan pemerintah tidak bisa dikatakan tidak taat kepada waliyul
amr, Bahkan terkadang terjadi perbedaan antara Pemerintah Pusat dengan Daerah
sebagaimana tahun ini tatkala Pemerintah Pusat memutuskan hari Ahad, ternyata
Pemerintah Kabupaten Maros Sulawesi Selatan memutuskan secara resmi bahwa Id pada
hari Sabtu
Wallahu a’lam Bis Showaab….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar