Minggu, 28 Oktober 2012

Membantah Penyelisih Kebenaran Oleh: Fadhel Ahmad



Diantara prinsip yang telah mantap tertancap dikalangan salafiyah ahlussunnah wal jama’ah adalah membantah orang-orang yang menyelisihi. Bahkan mereka memandang hal ini sebagai bentuk amar ma’ruf nahi munkar dan juga nasehat dan ini ditunjukan oleh al qur’an as sunnah dan ijma’
Allah perintahkan dalam al-qur’an
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (١٠٤)
 dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[1]; merekalah orang-orang yang beruntung.( Qs ali Imran 104 )
Dan tidak adanya bentuk amar ma’ruf nahi mungkar merupakan sebuah bencana pada suatu umat
لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ (٧٨)كَانُوا لا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ (٧٩)
telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. 79. mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan Munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya Amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. ( Qs al Ma’idah 78-79 )
Maka dari itu ahlussunnah sangat menyadari akan pentingnya membantah penyimpangan dan penyelisihan terhadap agama. Prinsip ini diselisihi oleh kalangan ahlul bi’dah dan para pengekor hawa nafsu.
Syaikh Dr Abdussalam assuhaimi berkata:
Sesungguhnya termasuk hal yang telah kokoh di sisi para imam salaf rahimahumullah: adalah membantah orang-orang yang menyelisihi ( agama ), sama saja apakah yang menyelisihi itu dari kalangan ahlussunnah wal jama’ah ( menyelisihi dalam hal fiqhiyyah atau pun aqdiyyah ( aqidah ), atau yang menyelisihi adalah kalangan ahlul bid’ah
Dalam permasalahan ini telah ditulis sebuah kitab yang sangat bagus dalam pembahasannya, kitab tersebut adalah “ Manhaju ahlissunnah wal jama’ah fi naqdi arrijal wa alkutub wa at thowa’if “ Metode ahlussunnah wal jama’ah dalam hal menkritik seseorang, kitab maupun kelompok/organisasi Karya Syaikh Al ‘Allamah Prof Dr Robi’ Bin Hadi  
Dari sini diketahui bahwa yang di bantah dari orang-orang yang menyelisihi agama atau salah adalah kalangan ahlussunnah dan non ahlussunnah. Hal ini  karena biarpun ahlussunnah adalah kelompok yang benar dari tujuh puluh tiga golongan sempalan islam, tetapi bukan suatu yang tidak mungkin terjadi kesalahan pada person person individu nya dalam hal aqidah maupun amal, dan hal ini nyata, maka perlu untuk dibantah dan diluruskan serta diingatkan manusia dari kesalahan tersebut.  Adapun terkait dengan ahlul bid’ah maka tidak diragukan lagi bahwa mereka itu suatu kaum yang sangat banyak penyelisihannya terhadap agama baik dalam hal aqidah maupun amal, maka darinya perlu untuk dibantah dan diingatkan manusia dari kesalahannya dan dari si ahlul bid’ah itu sendiri.
Cukup menyebut kesalahannya ataukah juga disebut nama person yang salah itu?
Hal ini telah dibahas oleh para ulama ahlussunnah, dan di negeri ini yang cukup indah mengutarakan permasalahan ini adalah Ustadz Abdullah Zaen MA ( Alumni S2 Universitas Islam Madinah Arab Saudi ) dalam buku beliau 14 Contoh Hikmah dalam berdakwah, Silahkan membaca buku tersebut
Kesimpulannya Bahwa Hukum asalnya seseorang itu cukup menyebut kesalahannya saja, Seperti dikatakan: Perkara demikian ini salah dan menyimpang dari banyak sisi, 1......, 2........, 3........dan seterusnya, Siapa yang memandangnya benar sungguh telah keliru dan tidak perlu di dengar ucapan semacam ini darinya
Hanya saja pada kondisi tertentu dituntut untuk menyebutkan nama person yang salah itu, bahkan kadang di sukai dan mungkin bisa menjadi wajib. Sebagaimana terkadang hal ini menjadi terlarang, dibenci bahkan haram pada suatu kondisi.
Seperti hal nya bila yang keliru dan menyelisihi itu adalah seorang da’i atau ulama ahlussunnah di tengah masyarakat negara yang di dominasi bid’ah dan kesesatan, bahkan negara pun di kuasai oleh para tokoh bid’ah. Dalam keadaan seperti ini cukup disebut kesalahannya, karena bila di sebut nama orang yang salah tersebut yang mana dia adalah da’i yang terkenal membela sunnah maka akan timbul fitnah yang besar terhadap dakwah ahlussunnah di negeri tersebut. Seperti ucapan “ Ahlussunnah satu sama lain saling menyalahkan...! “, Sebuah ucapan untuk memprovokasi masyarakat agar tidak mengikuti dakwah ahlussunnah. Tokoh tokoh ahlul bid’ah memanfaatkan situasi ini untuk mengesankan buruknya dakwah ini yang mana kalau ditelusuri sumbernya adalah kearoganan dan ketidak hikmahan atau kalau boleh dibilang kejahilan dalam hal membantah sesama ahlussunnah yang keliru. Yang lebih parah lagi adalah bantahan yang diikuti dengan tahdzir ( peringatan )kepada manusia untuk menjauhi  si da’i itu ( bukan hanya pada substansi kesalahannya ) serta hajr atau boikot dan yang terparah adalah vonis keluar dari  barisan ahlussunnah tabdi’ , padahal kesalahannya sebenarnya bukan suatu kesalah yang mengharuskan adanya vonis tersebut ( tabdi’ ).   
Bolehkah muwazanah ketika membantah orang yang menyelisih agama atau orang yang salah?
Yang di maksud muwazanah adalah: Menyebutkan kebaikan dan sisi kebenaran pada seseorang atau suatu kelompok yang sedang di bantah.
Seperti ucapan: Si fulan Keliru dan parah kekeliruannya...!, tetapi dia punya sekian kebenaran dan kebaikan....
Jawab untuk hal ini perlu di rinci.
Sebagaimana di ketahui bahwa yang melakukan kesalahan dan penyelisihan ada dua
1.       Dari kalangan Ahlussunnah dan 2. Dari kalangan Non ahlussunnah
Adapun bila yang keliru itu ahlussunnah maka disebutkan kebaikan-kebaikan dan kebenaran-kebenarannya
Syaikh Dr Shalih Al fauzan berkata: “ Akan tetapi bila yang di kritik itu adalah ahlussunnah wal jama’ah, sementara kesalahannya adalah kesalahan yang tidak menghilangkan aqidahnya maka dia disebutkan keistimewaan-keistimewaannya, sementara kebaikan-kebaikannya menenggelamkan ke salahan-kesalahannya karena jasa dia menolong sunnah ( syari’at rasulullah ).
Hal ini karena maksud membantah kesalahan sebagian ahlussunnah adalah bantahan terhadap kesalahan nya agar kaum muslimin berhati-hati dari kesaalahannya, bukan maksudnya menjauhkan kaum muslimin dari si da’i ahlussunnah itu. Maka perlu dibedakan memperingatkan kesalahan dan memperingatkan dari orangnya
Adapun bila yang keliru itu adalah pelaku bid’ah dan kesesatan maka tidak boleh kita menyebut kebaikaan-kebaikannya dan kebenaranya
Syaikh Dr Shalih Al fauzan berkata:  Adapun bila yang di keritik itu pelaku kesesatan tidak boleh kita menyebut kebaikan-kebaikannya  
Hal ini karena maksud membantah kesalahan pelaku kesesatan adalah membantah kesalahannya serta memperingatkan manusia dari kesalahan tersebut sekaligus menjauhkan umat dari si pelaku kesesatan ini
Maka dari itu hendaknya seseotrang itu pandai dalam hal memantah, tidak hanya pandai menyusun bantahan. Sebagian orang bisa jadi substansi bantahannya terhadap ahlussunnah yang lain adalah benar, tetapi justru perbuatannya itu memperkeruh suasana dan membahayakan dakwah itu sendiri.
Hal ini karena kearoganan dia atau kejahilan dia dalam hal bantah membantah kesalahan diantara ahlussunnah.
Pada masa ini terdapat bencana yang besar yang ditimbulkan oleh para “pahlawan” kesiangan yang sok membantah dan “menguliti” kesalahan sebagian dari  ahlussunnah denagan tanpa etika, dia tidak berpikir dimasa apa dia hidup, di negeri mana dia tinggal?!. Perbuatannya di manfaatkan oleh para ahlul bid’ah untuk menjelekan dakwah. Mereka mengatakan: Ahlussunnah terpecah, mereka saling menyalahkan, membantah bahkan saling memperingatkan untuk menjauhi satu sama lain dan saling memvonis sebagai ahlul bid’ah...
Sekiranya metode kritik dan membantah sesama ahlussunnah sesuai tuntunan ulama diterapkan niscaya tidak akan terjadi gejolak di tengah dakwah. Tetapi munculnya orang orang jahil ( baca: bodoh ) atau orang-orang yang punya maksud buruk senantiasa menjadi sebab gejolak dakwah .
Allahu ta’ala a’lam
Semoga bermanfaat  
Rujukan: Kun salafiyan ‘alal jaddah karya Syaikh Dr Abdussalam assuhaimi

[1] Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar