Senin, 27 Juni 2011

2 Metode Ahlussunnah dalam Berdakwah ((Nasihat kepada Pemuda Ahlussunnah)) -5 oleh أبو المنذر الجاكرتي pada 08 Juni 2011 jam 14:27

Dalam mendakwahi manusia seorang dai hendaknya menempuh 2 metode syar'i seperti yang dituntunkan oleh nash-nash yang ada. 2 metode tersebut adalah:(pertama)  memotivasi dan merangkul , (kedua) memberi peringatan dan menjauhi. Dan telah keliru orang-orang yang menempuh salah satunya saja kepada semua orang. Bahkan yang seharusnya adalah terhadap objek dakwah seorang da'i menempuh metode yang paling bisa membantu saudaranya menerima kebenaran dan kembalinya ia kejalan yang haq. Apabila dengan memotivasi yang paling tepat bagi objek dakwahnya dan lebih membantunya kepada kebaikan maka metode inilah yang disyariatkan baginya. Dan apabila dengan memperingatkan dan menjauhinya yang lebih berguna maka metoede inilah yang disyariatkan baginya.

Barangsiapa menempuh metode "memotivasi dan merangkul" terhadap orang yang seharusnya diperingatkan dan dijauhi, maka ia telah jatuh kepada kelalaian dan kurang dalam menunaikan kewajibannya. Dan barangsiapa menempuh metode "memperingati dan menjauhi" terhadap orang yang sebharusnya dimotivasi dan dirangkul maka berarti ia munaffir (membuat orang lari) dan mutasyaddid  (ekstrem).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan; Prinsip hajr (boikot) berbeda penerapannya sesuai kondisi pihak yang diboikot, (harus diperhatikan) kuat-lemahnya mereka atau sedikit-banyaknya mereka. Karena maksud yang ingin dicapai darinya adalah berhentinya pihak yang diboikot dari penyimpangannya dan mentatar mereka serta menjauhnya orang-orang awam dari meniru penyimpangannya. Apabila dalam memboikot jelas maslahatnya dimana boikot yang diterapkan menjadikan kejelekan melemah atau tidak lagi dilakukan terang-terangan maka memboikot pada kondisi seperti ini disyariatkan. Adapun apabila pihak yang diboikot atau selainnya tidak berhenti dari kejelekannya bahkan kejelekannya semakin bertambah. Dan pihak yang memboikot orang yang lemah dimana menerapkan boikot pada kondisi seperti ini mafsadatnya lebih besar daripada kemaslahatannya, maka boikot tidak disyariatkan. Bahkan memotivasi dan merangkul bagi sebagian orang lebih bermanfaat daripada memboikot atau sebaliknya memboikot atas sebagian orang lebih berguna daripada memotivasi dan merangkul.

Oleh karena itu dahulu Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam merangkul sebagian kaum dan memboikot sebagian lainnya...demikianlah sebagaimana yang disyariatkan terhadap musuh adalah berperang -sesekali- dan berdamai -sesekali- dan mengambil jizyah (upeti) -sesekali-  semua itu sesuai kondisi dan maslahat. Dan jawaban para imam seperti Al Imam Ahmad dalam perkara ini dibangun diatas prinsip ini. (Majmu' Fatawa 28/206)

Dan berkata Syaikhul Islam menerangkan kelirunya menempuh salah satu metode "merangkul" atau "memboikot" tanpa memperhatikan dasar-dasar diatas. ((Sesungguhnya sebagian kaum menjadikan yang demikian itu umum mereka memboikot dan mengingkari apa-apa yang mereka tidak diperintahkan maka boikot dan pengingkaran seperti ini tidak wajib dan tidak mustahab. Dan terkadang dengannya mereka meninggalkan kewajiban-kewajiban atau perkara-perkara yang mustahab dan jatuh kepada yang haram. Dan selain dari mereka berpaling dari yang demikian secara total, mereka tidak memboikot apa-apa yang mereka diperintahkan untuk memboikotnya dari kejelekan-kejelekan yang bid'ah)) Majmu' Fatawa 28/213

Tidak ada komentar:

Posting Komentar