Jumat, 13 Januari 2012

DAKWAH PARA NABI Oleh: Ust Abu Najiyah Muhaimin Hafidhohullah

Betapa banyak para nabi dan rasul yang Allah utus kepada manusia disetiap generas. Di antara mereka ada  yang dikisahkan dalam Al Qur’an dan ada yang tidak dikisahkan, akan tetapi  misi mereka adalah satu walaupun berbeda syariatnya, yaitu mengajak manusia untuk beribadah kepada Allah saja dan meninggalkan sesembahan-sesemabahan selain-Nya yang batil.
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) : "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul”. ( An Nahl: 36)


                Penjelasan Beberapa Kata Dalam Ayat (Syarhul Kalimat) :
1-    Umat : Al Umah, bentuk kata tunggal akan tetapi bermakna jama’, dan setiap jenis dari hewan adalah umat.
Allah Azza Wajalla berfirman:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُمْ
“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu”. (Al An’am: 38)
Rasul SAW bersabda:
"لَوْلَا أَنَّ الْكِلَابَ أُمَّةٌ مِنْ الْأُمَمِ لَأَمَرْتُ بِقَتْلِهَا كُلِّهَا, فَاقْتُلُوا مِنْهَا كُلَّ أَسْوَدَ بَهِيمٍ".
“Kalau sekiranya anjing bukan suatu umat dari umat-umat, tentu aku perintahkan untuk dibunuh semua, maka bunuhlah darinya setiap yang berwarna hitam legam”. (Dari Abdullah bin Mughaffal r.a, diriwayatkan oleh pemilik kitab Sunan Empat dan Tirmidzi berkata dalam “Sunannya” (1486): “Hadits hasan lagi shahih”, dan di tetapkan shahih oleh Asy Syaikh Al Albani dalam “Shahih Wa Dha’if Sunan Tirmidzi (3/486)).
Ia memiliki empat makna, yaitu : Imam, sekelompok (jama’ah), agama dan waktu. Adapun yang dimaksud dalam ayat ini : Setiap generasi dan sekelompok manusia. Mukhtarus Shihah (1/10), Syarah Kitabut Tauhid Ibnu Utsaimin 1/15, ‘Aunul Ma’bud Syarah “Sunan Abi Dawud” (8/34), dan Tafsir Ibnu Katsir.
2-    Rasul (Utusan) : Secara bahasa artinya seorang yang diutus dengan suatu risalah. Dikatakan : Dia diutus dengan seperti ini, jika dia dituntut agar menunaikan dan menyampaikannya. Bentuk jamaknya : Ruslun dan Rusulun (para rasul).
Secara syariat menurut kebanyakan ulama :
Rasul: Seorang laki-laki ( merdeka ), yang diberi wahyu dengan suatu syariat dan diperintahkan untuk disampaikan. Adapun jika tidak diperintahkan untuk disampaikan (dan tidak dilarang jika menyampaikannya) maka disebut sebagai Nabi.
Menurut sebagian ulama lain:
Rasul: Orang yang Allah utus dengan syari’at dan diperintahkan untuk disampaikan kepada kaum yang menyelisihi perintah-perintah-Nya. Baik syari’atnya itu baru, atau baru jika dinisbatkan kepada kaum yang dia diutus kepadanya. Terkadang dia datang dengan menghapuskan sebagian hukum-hukum syari’at sebelumnya.
Sedangkan nabi, ia diberi wahyu dengan syari’at sebelumnya, lalu dengannya dia memperingatkan orang-orang yang telah menerima syari’at tersebut. Terkadang dia diperintahkan untuk menyampaikan sebagian perintah-perintah dalam permasalahan tertentu atau wasiat dan nasihat, maka jadilah ia sebagaimana pembaharu (mujaddid) ajaran-ajaran rasul yang lalu.
Kedudukan rasul lebih utama dari nabi.
(Lihat Syarah Al ‘Aqidah Al Wasithiyah: Kholil Harots (1/12), Syarah Aqidah As Safariniyah Ibnu Utsaimin 1/435, Mahabbatur Rasul Bainal Ittiba’ wal Ibtida’, Abdurrauf Muhamad Utsman 1/15, dan Al Irsyad Ila Shahihil ‘I’tiqad, Shalih Al Fauzan 1/165).
3-    Thaghut: Secara bahasa berasal dari kata “At Tughyan” yang bermakna melampui batas, sebagaimana yang tersebut dalam firman Allah:
إِنَّا لَمَّا طَغَى الْمَاءُ حَمَلْنَاكُمْ فِي الْجَارِيَةِ
“Sesungguhnya Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung) Kami bawa (nenek moyang) kamu ke dalam bahtera”. (Al Haaqqah : 11).
(Thaghal Maa-u): tatkala air telah naik (sampai ke gunung) maksudnya tatkala air telah naik di atas batasannya yang biasa sehingga ia di atas gunung yang paling tinggi. 
Thagut ketika dimutlakkan maka maksudnya adalah syaitan dan ia adalah pimpinan thaghut. Dimaksudkan juga tukang sihir, dukun, yang berhukum dengan selain yang Allah turunkan, dan yang memerintahkan manusia agar mengikutinya dalam perkara selain ketaatan kepada Allah.
Maka thaghut sebagaimana yang dikatakan Al Imam Ibnul Qayyim: “Sesuatu yang menyebabkan seorang hamba melampui batas, baik ia berupa sesuatu yang diikuti, disembah atau ditaati”.
Yang diikuti seperti para dukun, tukang sihir dan ulama yang jelek (ulama’ su’).
Yang disembah seperti patung-patung.
Yang ditaati seperti para pemimpin yang keluar dari ketaatan kepada Allah.
Dan yang dimaksud dengan thaghut di sini : Setiap sesuatu yang disembah selain Allah. Tetapi jika dia tidak rela dengan sesembahan yang diberikan kepadanya, maka tidak dinamakan thaghut, seperti penyembahan kepada Nabi Isa AS dan orang-orang yang shalih. Akan tetapi peribadatan kepada mereka adalah peribadatan kepada thaghut yakni syaitan, karena syaitan yang memerintahkan demikian.
وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا ثُمَّ يَقُولُ لِلْمَلَائِكَةِ أَهَؤُلَاءِ إِيَّاكُمْ كَانُوا يَعْبُدُونَ(40)قَالُوا سُبْحَانَكَ أَنْتَ وَلِيُّنَا مِنْ دُونِهِمْ بَلْ كَانُوا يَعْبُدُونَ الْجِنَّ أَكْثَرُهُمْ بِهِمْ مُؤْمِنُونَ(41)
“Dan (ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada malaikat: "Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?. Malaikat-malaikat itu menjawab: "Maha Suci Engkau. Engkaulah pelindung kami, bukan mereka : bahkan mereka telah menyembah jin (syaitan); kebanyakan mereka beriman kepada jin itu”. (Saba’: 40-41).
(Lihat I’anatul Mustafid Shalih Al Fauzan, (26-27), Tafsir Al Alusy (21/214), Al Qaulul Mufid Ibnu Utsaimin (1/16-17), dan Fathul Majid (18-19)).
     
Keterangan Ayat-Ayat Tersebut (Makna Ayat) :

Dakwah Dan Agama Para Nabi Dan Rasul Hanyalah Satu
                   
Di dalam ayat ini Dia Azza Wajalla menyebutkan bahwa Dia mengutus seorang rasul kepada setiap umat dengan menyerukan beribadah kepada Allah saja, dan menjauhi peribadatan kepada selain-Nya. Ini adalah makna لا إله ألا الله (Tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah), karena ia terangkai dari kalimat yang bermakna meniadakan (nafi) dan menetapkan (itsbat). Peniadaannya yaitu meniadakan semua yang disembah selain Allah dalam segala jenis peribadatan, dan menetapkannya yaitu mengesakan Dia ‘Azza Wajalla dalam segala macam peribadatan dengan ikhlas, di atas sisi yang Dia syari’atkan melalui lisan-lisan para rasul-Nya عليهم الصلاة والسلام.
Dalam Al Qur’an banyak dijelaskan makna demikian ini baik dengan jalan yang umum mapupun secara khusus.
Di antara dalil yang menyebutkan secara umum, yaitu firman-Nya :
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (Al Anbiya: 25).
وَاسْأَلْ مَنْ أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رُسُلِنَا أَجَعَلْنَا مِنْ دُونِ الرَّحْمَنِ ءَالِهَةً يُعْبَدُونَ
“Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu : "Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha Pemurah?”. (Az Zukhruf : 45).

Di antara dalil-dalil yang menyebutkannya secara khusus tentang perorangan para nabi dan umatnya, yaitu firman-Nya :
لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَاقَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata : “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya”.(Al A’raf: 59).
وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا قَالَ يَاقَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ
“Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum `Aad saudara mereka, Hud. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya”. (Al A’raf : 65).
وَإِلَى ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا قَالَ يَاقَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ
“Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka, Shalih. Ia berkata. "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya”. (Al A’raf : 73).
وَإِلَى مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا قَالَ يَاقَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ
“Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan saudara mereka, Syu`aib. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya”. (Al A’raf : 85).
Dengan demikian bahwa seruan dan agama para nabi dan rasul hanyalah satu yaitu menyerukan tauhid ibadah (pengesaan ibadah kepada Allah), dan melarang melakukan kesyirikan kepada-Nya, meskipun berbeda-beda syariat amalan mereka.
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا                                                                                                      
“Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang”. (Al Maidah: 48).
            Syariat amalan mereka berbeda-beda karena perbedaan umat, tempat dan waktu, sedangkan dasar agama mereka hanyalah satu yaitu menyeru kepada tauhid ibadah.
            Tauhid ibadah merupakan dasar dan pondasi bagi agama. Peribadatan kepada Allah tidak berguna kecuali dengan syarat menjauhi peribadatan kepada selain-Nya (Thaghut), sebagaimana yang Dia firmankan:
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan”. (Al An’am : 88).
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ(65)بَلِ اللَّهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ(66)
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur”. (Az Zumar : 65-66).
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا
“Maka barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus”. (Al Baqarah : 256)
(Lihat Adhwaul Bayan Asy Syingqiti (17/97-98), Quratu ‘Uyunil Muwahidin (18-19), dan Fathul Majid Syarah Kitab Tauhid (19), keduanya karya Syaikh Abdurrahman bin Hasan).

Umat Dalam Menghadapi Ajakan (Dakwah) Para Nabi Dan Rasul

“Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya”.

Umat terbagi menjadi dua golongan menurut penerimaan mereka terhadap seruan para nabi dan rasul.
Yang pertama : Orang-orang yang diberi petunjuk Allah. Dia memberikan taufik kepada gol ongan ini untuk membenarkan para rasul-Nya, menerima seruan mereka, beriman kepada Allah dan menjalankan ketaatan kepada-Nya. Mereka inilah golongan manusia yang beruntung dan selamat dari Adzab Allah.
Yang Kedua: Orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya secara azali (dahulu) dalam kitab catatan takdir. Sebab dia terus-menerus di atas kesesatan, mendebat dakwa para nabi dan memeranginya, sesuai pilihannya dan kebebasannya. Karena itu Allah mengharamkannya untuk mendapatkan taufik-Nya, sehingga dia tersesat dalam suatu kesesatan yang tidak ada harapan untuk meraih hidayah-Nya. Mereka menyimpang dari jalan yang lurus, mengkufuri Allah, mendustakan para rasul-Nya dan mengikuti thaghut. Maka Allah binasakan mereka dengan siksa-Nya, dan Dia turunkan bahaya atas mereka yang tidak tertolak ketika menimpa kaum yang berdosa itu. Ini adalah golongan manusia yang celaka.
Demikian ini sebagaimana firman Allah pada beberapa ayat yang lain, di antaranya:
فَمِنْهُمْ شَقِيٌّ وَسَعِيدٌ
“Maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia”. (Hud : 105).
فَرِيقٌ فِي الْجَنَّةِ وَفَرِيقٌ فِي السَّعِيرِ
“Segolongan masuk surga dan segolongan masuk neraka”. (Asy Syura : 7).
(Lihat Aisarut Tafasir 2/299, Adhwaul Bayan 3/4, dan Ath Thabari 17/201)

Mengambil Pelajaran Dari Akibat Kaum Yang Menentang

“Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)”.

Jika kalian dalam keraguan (tentang kebenaran para rasul), maka berjalanlah dengan badan dan hati kalian. Perhatikanlah sesuatu yang menimpa kaum yang mendustkan para nabi seperti kaum ‘Ad, Tsamud dan kaum Luth. Bagaimana akibat perkara mereka, maka kalian akan melihat perkara-perkara yang ajaib itu, sehingga kalian tidak mendapati orang yang mendustakan para rasul kecuali akibatnya binasa. Semoga kalian dapat mengambil pelajaran dari sesuatu yang menimpa mereka, والله أعلم.
(Lihat Tafsir Al Qathan 2/315, dan As Sa’di 1/440)

Sumber: http://najiyyahabu.blogspot.com/2011/12/sajian-tafsir-dakwah-para-nabi-betapa.html#more

Tidak ada komentar:

Posting Komentar