Minggu, 19 Agustus 2012

Bantahan Terhadap Pluralisme Agama Oleh: Ustadz Abu Luqman Abdullah ( Mudir Ma'had Darul Atsar Temanggung )


Pembaca yang budiman, dewasa ini muncul banyak pertanyaan di kalangan umat Islam tentang pluralisme agama. Sebenarnya teori ini sudah lama muncul, hanya saja saat ini pluralisme agama menjelma menjadi sebuah paham yang begitu cepat menyebar dan semakin populer di semua lapisan masyarakat. Terlebih lagi, banyak orang yang dianggap sebagai cendekiawan muslim secara terang-terangan membenarkan dan menyeru kepada teori tersebut. Sampai-sampai sebagian dari mereka mendapat predikat sebagai bapak pluralisme agama. Ditambah lagi, munculnya ide gila untuk mencetak Al-Qur`an, Injil dan Taurat dalam satu buku. Bahkan, proyek pembauran agama ini sampai pada ide pembangunan masjid, gereja, sinagog, dan tempat ibadah lain dalam satu lokasi, baik di kampus-kampus, bandara, atau tempat umum lainnya. Semua fenomena ini membuat masyarakat semakin larut dalam kebingungan, sejauh mana kebenaran slogan-slogan konsep pemikiran ini dan bagaimana penilaian Islam terhadap hal ini? Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan.
Rangkaian Sejarah Munculnya Teori Pluralisme Beragama Dan Beberapa Analisis Kejadiannya
Jikalau ditelusuri lebih jauh dalam peta sejarah peradaban agama-agama dunia, maka virus pluralisme agama ini muncul dari orang-orang Yahudi dan Kristen. Teori ini termasuk teori lama jika ditinjau dari slogan-slogannya yang berupaya mengeluarkan kaum muslimin dari identitas keislamannya dan menggiring mereka kepada kemurtadan. Dengan menelusuri fase-fase sejarahnya, maka kita akan mendapatkan bahwa teori ini telah berjalan pada empat periode zaman, yaitu sebagai berikut :
1. Periode zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Sabtu, 18 Agustus 2012

Panduan Shalat Idul Fithri dan Idul Adha Oleh: Ustadz Muhammad Abduh


Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang meniti jalan mereka hingga akhir zaman.
Berikut adalah panduan ringkas dalam shalat ‘ied, baik shalat ‘Idul Fithri atau pun ‘Idul Adha. Yang kami sarikan dari beberapa penjelasan ulama. Semoga bermanfaat.

Hukum Shalat ‘Ied
Menurut pendapat yang lebih kuat, hukum shalat ‘ied adalah wajib bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan yang dalam keadaan mukim[1]. Dalil dari hal ini adalah hadits dari Ummu ‘Athiyah, beliau berkata,
أَمَرَنَا – تَعْنِى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- – أَنْ نُخْرِجَ فِى الْعِيدَيْنِ الْعَوَاتِقَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ وَأَمَرَ الْحُيَّضَ أَنْ يَعْتَزِلْنَ مُصَلَّى الْمُسْلِمِينَ.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kami pada saat shalat ‘ied (Idul Fithri ataupun Idul Adha) agar mengeluarkan para gadis (yang baru beanjak dewasa) dan wanita yang dipingit, begitu pula wanita yang sedang haidh. Namun beliau memerintahkan pada wanita yang sedang haidh untuk menjauhi tempat shalat.“[2]
Di antara alasan wajibnya shalat ‘ied dikemukakan oleh Shidiq Hasan Khon (murid Asy Syaukani).[3]

Pertama: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terus menerus melakukannya.

Kedua: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah kaum muslimin untuk keluar rumah untuk menunaikan shalat ‘ied. Perintah untuk keluar rumah menunjukkan perintah untuk melaksanakan shalat ‘ied itu sendiri bagi orang yang tidak punya udzur. Di sini dikatakan wajib karena keluar rumah merupakan wasilah (jalan) menuju shalat. Jika wasilahnya saja diwajibkan, maka tujuannya (yaitu shalat) otomatis juga wajib.

Jumat, 17 Agustus 2012

Berhari Raya Bersama Muslimin dan Pemerintah Oleh: Ustadz Muhammad As Sewed


Hukum asal penentuan awal bulan Syawwal (Hari Raya ‘Iedlul Fithri) adalah dengan ru’yatul hilal (melihat bulan sabit) berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwasanya Nabi bersabda:
Janganlah kalian berpuasa hingga kalian melihat hilal, dan janganlah kalian ber-iedlul Fithri hingga kalian melihatnya. Jika kalian terhalang untuk melihatnya, maka kalian perkirakanlah. (HR. Bukhari Muslim dari Ibnu Umar )
“Memperkirakan” ketika hilal terhalang oleh awan atau lainnya adalah dengan menggenapkan bilangan bulan sebelumnya menjadi 30 hari. Sebagaimana disebutkan dalam hadits lain sebagai berikut:
Berpuasalah kalian jika kalian melihatnya (hilal) dan ber’iedlul Fithrilah kalian jika kalian melihatnya. Jika kalian terhalang untuk melihatnya, maka sempurnakanlah bilangan Sya’ban tiga puluh hari. (HR. Bukhari Muslim dari Abu Hurairah

Rabu, 15 Agustus 2012

8 Golongan Penerima Zakat Oleh: Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal


Golongan yang berhak menerima zakat (mustahiq) ada 8 golongan sebagaimana telah ditegaskan dalam Al Qur’an Al Karim pada ayat berikut,
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk [1] orang-orang fakir, [2] orang-orang miskin, [3] amil zakat, [4] para mu’allaf yang dibujuk hatinya, [5] untuk (memerdekakan) budak, [6] orang-orang yang terlilit utang, [7] untuk jalan Allah dan [8] untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. At Taubah: 60). Ayat ini dengan jelas menggunakan kata “innama” yang memberi makna hashr (pembatasan). Ini menunjukkan bahwa zakat hanya diberikan untuk delapan golongan tersebut, tidak untuk yang lainnya.
Golongan pertama dan kedua: fakir dan miskin.
Fakir dan miskin adalah golongan yang tidak mendapati sesuatu yang mencukupi kebutuhan mereka.
Para ulama berselisih pendapat manakah yang kondisinya lebih parah antara fakir dan miskin. Ulama Syafi’iyah dan Hambali berpendapat bahwa fakir itu lebih parah dari miskin. Alasan mereka karena dalam ayat ini Allah menyebut fakir lebih dulu dahulu setelah itu menyebut miskin. Ulama lainnya berpendapat miskin lebih parah dari fakir.
Adapun batasan dikatakan fakir menurut ulama Syafi’iyah dan Malikiyah adalah orang yang tidak punya harta dan usaha yang dapat memenuhi kebutuhannya. Seperti kebutuhannya, misal sepuluh ribu rupiah tiap harinya, namun ia sama sekali tidak bisa memenuhi kebutuhan tersebut atau ia hanya dapat memenuhi kebutuhannya kurang dari separuh. Sedangkan miskin adalah orang yang hanya dapat mencukupi separuh atau lebih dari separuh kebutuhannya, namun tidak bisa memenuhi seluruhnya.
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin memberikan gambaran perbedaan antara fakir dan miskin, “Kita bisa memperkirakan batasan fakir dan miskin dengan melihat pada gaji bulanan. Jika gaji dalam setahun adalah sebesar 5000 riyal (Rp.12,5 jt), sedangkan kebutuhannya 10.000 riyal (Rp.25 jt), dalam kondisi ini seseorang dianggap miskin. Karena ia hanya mampu memenuhi separuh dari kebutuhannya. Jika gaji dalam setahun 4000 riyal (Rp.10 jt), sedankan kebutuhannya dalam setahun 10.000 riyal (Rp.25 jt), dalam kondisi ini ia dianggap fakir. Begitu pula ketika seseorang tidak memiliki pekerjaaan, maka ia dianggap fakir.”
Orang yang berkecukupan tidak boleh diberi zakat
Orang yang berkecukupan sama sekali tidak boleh diberi zakat, inilah yang disepakati oleh para ulama. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ حَظَّ فِيهَا لِغَنِىٍّ
Tidak ada satu pun bagian zakat untuk orang yang berkecukupan.
Apa standarnya orang kaya yang tidak boleh mengambil zakat?

Jumat, 10 Agustus 2012

Zakat Fitrah Pensuci Jiwa Oleh: Al-Ustadz Qomar ZA, Lc.

Zakat Fitri, atau yang lazim disebut zakat fitrah, sudah jamak diketahui sebagai penutup rangkaian ibadah bulan Ramadhan. Bisa jadi sudah banyak pembahasan seputar hal ini yang tersuguh untuk kaum muslimin. Namun tidak ada salahnya jika diulas kembali dengan dilengkapi dalil-dalilnya.
Telah menjadi kewajiban atas kaum muslimin untuk mengetahui hukum-hukum
seputar zakat fitrah. Ini dikarenakan Allah I mensyariatkan atas mereka untuk menunaikannya usai melakukan kewajiban puasa Ramadhan. Tanpa mempelajari hukum-hukumnya, maka pelaksanaan syariat ini tidak akan sempurna. Sebaliknya, dengan mempelajarinya maka akan sempurna realisasi dari syariat tersebut.

Hikmah Zakat Fitrah

Dari Ibnu Abbas , ia berkata:

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ

“Rasulullah n mewajibkan zakat fitrah sebagai penyuci bagi orang yang berpuasa dari perbuatan yang sia-sia dan kata-kata kotor serta sebagai pemberian makanan untuk orang-orang miskin.” (Hasan, HR. Abu Dawud Kitabul Zakat Bab. Zakatul Fitr: 17 no. 1609 Ibnu Majah: 2/395 K. Zakat Bab Shadaqah Fitri: 21 no: 1827 dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud)

Rabu, 08 Agustus 2012

Wali Allah, Siapakah Dia? Ustadz Muhammad Tuasikal


Ketika disebut kata wali maka yang langsung terbayang dalam benak kita adalah suatu keanehan, ke-nyleneh-an, dan kedigdayaan. Itulah yang dapat ditangkap dari pemahaman masyarakat terhadap wali ini. Maka bila ada orang yang bertingkah aneh, apalagi kalau sudah dikenal sebagai kyai, mempunyai indera keenam sehingga mengerti semua yang belum terjadi, segera disebut sebagai wali. Lalu siapakah wali Allah yang sebenarnya? Definisi Wali
Secara etimologi, kata wali adalah lawan dari ‘aduwwu (musuh) dan muwaalah adalah lawan dari muhaadah (permusuhan). Maka wali Allah adalah orang yang mendekat dan menolong (agama) Allah atau orang yang didekati dan ditolong Allah. Definisi ini semakna dengan pengertian wali dalam terminologi Al Qur’an, sebagaimana Allah berfirman, “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang beriman dan selalu bertaqwa.” (Yunus: 62 – 64)
Dari ayat tersebut, wali adalah orang yang beriman kepada Allah dan apa yang datang dari-Nya yang termaktub dalam Al Qur’an dan terucap melalui lisan Rosul-Nya, memegang teguh syariatnya lahir dan batin, lalu terus menerus memegangi itu semua dengan dibarengi muroqobah (terawasi oleh Allah), kontinyu dengan sifat ketaqwaan dan waspada agar tidak jatuh ke dalam hal-hal yang dimurkai-Nya berupa kelalaian menunaikan wajib dan melakukan hal yang diharomkan (Lihat Muqoddimah Karomatul Auliya’, Al-Lalika’i, Dr. Ahmad bin Sa’d Al-Ghomidi, 5/8).
Ibnu Katsir rohimahulloh menafsirkan: Allah Ta’ala menginformasikan bahwa para wali Allah adalah orang-orang yang beriman dan bertaqwa. Siapa saja yang bertaqwa maka dia adalah wali Allah (Tafsir Ibnu Katsir, 2/384).

Minggu, 05 Agustus 2012

Setiap Bid’ah Itu Sesat !

Sesungguhnya, salah satu ujian terbesar ummat Islam dewasa ini adalah permasalahan "Bid’ah" (yaitu ungkapan dari "suatu jalan/cara dalam agama yang diada-adakan (tanpa dalil) yang menyerupai syari’ah yang bertujuan dengan melakukannya adalah berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala", lihat Mukhtashar Al-I’tisham hal.7, -pent.), bahkan hal ini telah menyebar ke berbagai negara Islam. Jarang sekali kita jumpai suatu tempat yang di situ terlepas dari masalah bid’ah dan sangat sedikit manusia yang selamat darinya. Perkara bid’ah merupakan masalah yang besar, sangat berbahaya, dan termasuk "pos"nya kekufuran. Pelaku bid’ah telah mencabut hukum Allah, karena itu dia tidak mau berusaha untuk taubat (tidak diberi pertolongan untuk bertaubat).
Berkata ‘Abdullah bin ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhu: "Sesungguhnya perkara-perkara yang paling dibenci oleh Allah adalah bid’ah-bid’ah." (Dikeluarkan oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Kubra 4/316)

Berkata Sufyan Ats-Tsauriy: "Bid’ah itu lebih disukai oleh Iblis daripada kemaksiatan, pelaku maksiat masih ingin bertaubat dari kemaksiatannya (masih diharapkan untuk bertaubat), sedangkan pelaku bid’ah tidak ada keinginan untuk bertaubat dari kebid’ahannya (sulit diharapkan untuk bertaubat)." (Dikeluarkan oleh Al-Laalikaa`iy 1/133 dan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 7/26 dan Al-Baghawiy dalam Syarhussunnah 1/216)

Bagaimana Kita Merayakan Nuzulul Quran? Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Baderi, MA



Saudaraku! Setiap tahun, dan tepatnya di bulan suci Ramadhan ini, banyak dari umat Islam di sekitar anda merayakan dan memperingati suatu kejadian bersejarah yang telah merubah arah sejarah umat manusia. Dan mungkin juga anda termasuk yang turut serta merayakan dan memperingati kejadian itu. Tahukah anda sejarah apakah yang saya maksudkan?
Kejadian sejarah itu adalah Nuzul Qur’an; diturunkannya Al Qur’an secara utuh dari Lauhul Mahfuzh di langit ketujuh, ke Baitul Izzah di langit dunia.
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ. البقرة 185
“Bulan Ramadhan, bulan yang di padanya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).” (Qs. Al Baqarah: 185)
Peringatan terhadap turunnya Al Qur’an diwujudkan oleh masyarakat dalam berbagai acara, ada yang dengan mengadakan pengajian umum. Dari mereka ada yang merayakannya dengan pertunjukan pentas seni, semisal qasidah, anasyid dan lainnya. Dan tidak jarang pula yang memperingatinya dengan mengadakan pesta makan-makan.
Pernahkan anda bertanya: bagaimanakah cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sahabatnya dan juga ulama’ terdahulu setelah mereka memperingati kejadian ini?
Anda merasa ingin tahu apa yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?

12 NOMINASI HADITS LEMAH DAN PALSU DI BULAN RAMADHAN

Islam adalah agama yang ilmiah. Setiap amalan, keyakinan, atau ajaran yang disandarkan kepada Islam harus memiliki dasar dari Al Qur’an dan Hadits Nabi shallallahu’alaihi wa sallam yang otentik. Dengan ini, Islam tidak memberi celah kepada orang-orang yang beritikad buruk untuk menyusupkan pemikiran-pemikiran atau ajaran lain ke dalam ajaran Islam.

Karena pentingnya hal ini, tidak heran apabila Abdullah bin Mubarak rahimahullah mengatakan perkataan yang terkenal:
الإسناد من الدين، ولولا الإسناد؛ لقال من شاء ما شاء
“Sanad adalah bagian dari agama. Jika tidak ada sanad, maka orang akan berkata semaunya.” (Lihat dalam Muqaddimah Shahih Muslim, Juz I, halaman 12)
Dengan adanya sanad, suatu perkataan tentang ajaran Islam dapat ditelusuri asal-muasalnya.
Oleh karena itu, penting sekali bagi umat muslim untuk memilah hadits-hadits, antara yang shahih dan yang dhaif, agar diketahui amalan mana yang seharusnya diamalkan karena memang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam serta amalan mana yang tidak perlu dihiraukan karena tidak pernah diajarkan oleh beliau.
Berkaitan dengan bulan Ramadhan yang penuh berkah ini, akan kami sampaikan beberapa hadits lemah dan palsu mengenai puasa yang banyak tersebar di masyarakat. Untuk memudahkan pembaca, kami tidak menjelaskan sisi kelemahan hadits, namun hanya akan menyebutkan kesimpulan para pakar hadits yang menelitinya. Pembaca yang ingin menelusuri sisi kelemahan hadits, dapat merujuk pada kitab para ulama yang bersangkutan.
Hadits 1
صوموا تصحوا
“Berpuasalah, kalian akan sehat.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim di Ath Thibbun Nabawi sebagaimana dikatakan oleh Al Hafidz Al Iraqi di Takhrijul Ihya (3/108), oleh Ath Thabrani di Al Ausath (2/225), oleh Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhu’afa (3/227).
Hadits ini dhaif (lemah), sebagaimana dikatakan oleh Al Hafidz Al Iraqi di Takhrijul Ihya (3/108), juga Al Albani di Silsilah Adh Dha’ifah (253). Bahkan Ash Shaghani agak berlebihan mengatakan hadits ini maudhu (palsu) dalam Maudhu’at Ash Shaghani (51).
Keterangan: jika memang terdapat penelitian ilmiah dari para ahli medis bahwa puasa itu dapat menyehatkan tubuh, makna dari hadits dhaif ini benar, namun tetap tidak boleh dianggap sebagai sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam.

Kajian Fiqh Pembahasan Sholat Jumat (Bag I.B) Oleh: Ustadz Kharisman

4. Apakah seseorang yang terkena udzur untuk meninggalkan sholat Jumat menggantinya dengan sholat dzhuhur?
Jawab: Ya, menggantinya dengan sholat dzhuhur. Demikian juga seseorang yang ketinggalan (terlambat) sholat Jumat tidak mendapati minimal 1 rokaat.

مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنْ صَلَاةِ الْجُمُعَةِ أَوْ غَيْرِهَا فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ
“Barangsiapa yang mendapati satu rokaat dari sholat Jumat atau selainnya maka ia telah mendapati sholat”(H.R Ibnu Majah dari Ibnu Umar).

Jika seseorang mendapati 1 rokaat sholat Jumat, ia tinggal menambah 1 rokaat lagi. Namun, jika ia tidak mendapatkan 1 rokaatpun, maka ia menggenapkan menjadi total 4 rokaat.
Terhitung satu rokaat jika seseorang mendapatkan ruku’ bersama Imam

مَنْ أَدْرَكَ الرُّكُوْعَ , فَقَدْ أَْدْرَكَ الرَّكْعَة
Barangsiapa yang mendapati ruku’ maka ia telah mendapatkan rokaat (riwayat Abu Dawud).

Batasannya adalah ruku’ di rokaat terakhir. Jika seseorang mendapati ruku’ imam di rokaat terakhir pada sholat Jumat, ia tinggal menambah 1 rokaat lagi. Namun, jika pada rokaat terakhir ia mendapati Imam sudah I’tidal atau setelahnya, maka ia harus sholat 4 rokaat lagi.
(Lihat Penjelasan alLajnah adDaimah).

Sabtu, 04 Agustus 2012

Kajian Fiqh Pembahasan Sholat Jumat (Bag I.A.) Oleh: Ustadz Kharisman

1. Siapa saja yang wajib melakukan sholat Jumat?
Jawab:
الجمعةُ حق واجبٌ على كل مسلم في جماعة؛ إلا أربعة: عبد مملوك، أو امرأة، أو صبي، أو مريض رواه أبو داود
“Sholat Jumat wajib dilakukan setiap muslim secara berjamaah, kecuali 4 golongan: hamba sahaya, wanita, anak kecil, dan orang yang sakit “ (H.R Abu Dawud).
Hadits tersebut dinilai lemah oleh sebagian Ulama’ karena diriwayatkan oleh Thariq bin Syihab yang tidak pernah mendengar langsung dari Nabi. Namun, meski ia tidak pernah mendengar langsung dari Nabi, ia pernah melihat Nabi (sebagaimana dinyatakan Abu Dawud), sehingga termasuk kategori Sahabat (sebagaimana pendapat Ibnu Mandah dan Abu Nu’aim). Kalaupun hadits tersebut terhitung mursal, namun merupakan mursal shohaby yang bukan merupakan sisi kelemahan dalam hadits sebagaimana dijelaskan oleh Imam anNawawy. Beberapa Ulama’ yang menshahihkan hadits tersebut di antaranya adalah al-Hakim, adz-Dzahaby, al-Baihaqy, Ibnu Rojab (dalam Fathul Baari), Ibnu Katsir (dalam Irsyadul Faqiih) dan Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albaany. Bahkan al-Baihaqy menyatakan bahwa hadits ini memiliki jalur-jalur periwayatan lain yang menguatkannya, di antaranya hadits Jabir dan Tamim adDaari.
Selain 4 golongan tersebut, yang termasuk tidak wajib melakukan sholat Jumat adalah musafir. Sebagaimana Nabi ketika melakukan haji wada’ pada saat wukuf di Arafah bertepatan dengan hari Jumat beliau tidak sholat Jumat, namun sholat dzhuhur (hadits Jabir riwayat Muslim). Demikian juga tidak pernah ternukil dalam sebuah hadits bahwa Nabi pada saat safar melakukan sholat Jumat. Beliau juga tidak pernah memerintahkan para Sahabat yang safar untuk melakukan sholat Jumat.
Bisa disimpulkan bahwa golongan yang wajib melakukan sholat Jumat adalah:
a) Mukallaf dan berakal sehat.
Sholat Jumat tidak wajib bagi anak kecil yang belum baligh, ataupun orang gila, dan orang yang hilang kesadaran. Non muslim juga tidak diwajibkan melakukan sholat Jumat, dalam arti tidak akan ternilai sebagai ibadah. Namun, sikap mereka tidak sholat Jumat tersebut adalah bentuk dosa yang akan dibalas dengan adzab di akhirat.

Jumat, 03 Agustus 2012

RTH Kalireyeng Dibersihkan

KENDAL-Ruang terbuka hijau (RTH) Kalireyeng di Kelurahan Kebondalem, Kecamatan Kota Kendal dibersihkan oleh TNI, Polri, dan warga, Jumat (6/7). Kegiatan itu dilaksanakan oleh Koramil 01 Kendal yang melibatkan anggota Polri dan masyarakat di sekitarnya. 
Dengan peralatan seperti sapu lidi, arit, dan tempat sampah, mereka kerja bakti membersihkan kotoran yang terdapat di sepanjang RTH Kalireyeng. Sampah yang berserakan di sana maupun di dalam saluran diambil dan dibuang ke tempatnya. 
Selain itu rumput liar yang dianggap mengganggu juga tidak luput dari sasaran. Hadir dalam kerja bakti itu antara lain Danramil Kapten Inf Widodo, Camat Kendal Sumartoyo dan Kepala Pos Kota Iptu Budi. 
Danramil Kapten Inf Widodo mengatakan, RTH Kalireyeng merupakan salah satu RTH yang menjadi percontohan di Kabupaten Kendal. Jika kondisinya, tidak bersih, tentu akan mengurangi hasrat warga untuk memanfaatkannya. ''RTH ini jika tidak dijaga kebersihannya, tentu akan ditinggalkan warga,'' katanya. 
RTH Kalireyeng saat ini sudah mulai ramai dikunjungi masyarakat. Keberadaan saluran di sepanjang lokasi yang bersih, menjadi salah satu daya tarik.

Pembangunan Jalingkut Kota Kendal Telan Rp30 Miliar

KENDAL– Pembangunan jalur lingkar utara (jalingkut) sepanjang 9,6 km diperkirakan menelan dana Rp30 miliar.Jalingkut yang akan dibangun untuk mengatasi kemacetan di Kota Kendal sebagian besar menggunakan eks jalur rel lori pabrik gula(PG) Cepiring.

Jalurlingkar utara dimulai dari Desa Jambearum, Kecamatan Patebon hingga jalur arteri Kaliwungu. Kabid Bina Marga Dinas Bina Marga Sumber Daya Air Sumber Daya Mineral Sudaryanto mengaatakan,sudah berkoordinasi dengan PG dan PTPN untuk memakai eks rel lori yang sempat telantar. Pihak PTPN membolehkan jalur tersebut dipakai untuk jalur pertanian. Langkah awal, kata dia, tahun ini lahan eks rel lori akan disender agar tidak berkurang saat pembangunan jalan dilakukan. Karena tidak terurus, lahan eks rel lori banyak berkurang.

“Ya,wajar karena dianggap tak bertuan, maka banyak digunakan untuk yang lain,”ujar Sudaryanto. Menurut Sudaryanto, pembangunan senderan menghabiskan dana Rp1,1 miliar. Penyenderan lahan itu bertujuan mengamankan aset. Rencananya, jalur lingkar utara memiliki lebar delapan meter. Namun karena ada lahan yang lebarnya tidak ada delapan meter,ke depan dipastikan ada pembebasan lahan. Pembebasan lahan terbanyak berada di wilayah timur dari wilayah Brangsong hingga jalur lingkar Kaliwungu. Sebab jalur tersebut tidak memakai eks jalur lori.

Banyak Perkantoran Tak Layak Huni

Kendal, CyberNews. Sejumlah perkantoran di lingkungan pemkab Kendal sudah banyak yang tidak layak huni. Selain tidak layak huni, ada dinas yang tidak memiliki kantor karena menggunakan fasilitas milik pemprov.
Salah satu kantor yang sudah tidak layak ditempati adalah kantor Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (Ciptaru). Kantor yang terletak di Jalan Soekarno-Hatta dan satu kompleks dengan Kantor Pemadam Kebakaran, selama ini menumpang kantor milik pemprov.
"Kondisi kantor sudah tidak layak ditempati karena umurnya sudah tua. Beberapa eternit sudah jebol dan bocor saat hujan. Untuk melakukan renovasi total kami tidak memiliki kewenangan. Karena kantor ini merupakan bangunan milik pemprov jateng," ujar Plt Kepala Dinas Ciptaru Moh Toha.
Ditambahkan, beberapa waktu lalu Ciptaru sudah mengajukan anggaran untuk membuat kantor baru senilai Rp 3 miliar ke Pemkab Kendal. Selain itu, pihaknya juga sudah dua kali mengajukan permohonan ke pemprov agar gedung yang ditempati sekarang dihibahkan ke Pemkab Kendal.
Namun hingga saat ini pemprov belum memberi izin. Gedung dan lahan tetap dikuasai pemprov. Karena itu pihaknya akan mengajukan izin ke bupati untuk membangun kantor baru di Jalan Laut Kecamatan Kota Kendal.

Tidak Puasa Karena Beratnya Pekerjaan?

Fatwa ke-1 : Fatwa Syaikh Dr. Shalih Al Fauzan hafidhahullah

Pertanyaan :
Terkait dengan orang-orang yang pekerjaan mereka melelahkan, yang tidak mendapati pekerjaan selain yang mereka geluti, apakah mereka diberi keringanan untuk tidak berpuasa seperti laki-laki dan perempuan yang sudah lanjut usia dan tidak mampu untuk berpuasa? Berilah faidah kepada kami, semoga Allah memberi pahala kepada Anda.

Jawaban :
Suatu pekerjaan tidaklah menjadikan seseorang boleh untuk tidak berpuasa walaupun pekerjaan itu berat. Kaum muslimin (di bulan Ramadhan) tetap bekerja di berbagai masa, dan tidak meninggalkan puasa karena pekerjaan. Sebab, pekerjaan bukanlah termasuk udzur yang disebutkan oleh Allah Jalla wa 'Ala yang menjadikan seseorang boleh untuk tidak berpuasa. Udzur-udzur yang menjadikan seseorang boleh untuk tidak berpuasa terbatas jumlahnya, yaitu : bepergian, sakit, haid, nifas, pikun, penyakit kronis, demikian juga wanita hamil dan menyusui yang khawatir terhadap diri mereka atau anak mereka. Itulah udzur-udzur yang disebutkan dalam banyak dalil yang menjadikan seseorang boleh untuk tidak berpuasa. Adapun pekerjaan, maka tidaklah menjadikan seseorang boleh untuk tidak berpuasa karena tidak adanya dalil yang menunjukkan akan hal itu. Seseorang yang bekerja wajib untuk tetap berpuasa bersama kaum muslimin. Jika kemudian pekerjaan itu terasa sangat berat baginya dan dia khawatir dirinya akan mati, dia boleh menyantap sesuatu yang bisa membuatnya tetap hidup. Tetapi sisa hari itu dia harus tetap menahan diri dari perkara yang membatalkan puasa. Kemudian dia mengqadha hari tersebut pada hari lain (di luar Ramadhan). Adapun orang yang sejak awal tidak berpuasa karena pekerjaannya, maka ini bukanlah udzur yang syar'i.

(Al Muntaqa min Fatawa Asy Syaikh Al Fauzan, bab Ash Shiyam, pertanyaan ke-15)